MAKALAH DIFTERI

MAKALAH ANAK DENGAN DIFTERI

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIFTERI

Disusun Oleh :
1. Anung Prapmita (07005) 6. Lusiyana (07026)
2. Dedi Sudrajat (07052) 7. Lince Romatua (07071)
3. Dewi Nopia (07053) 8. Reni Soraya (07080)
4. Evi Aristi Pertiwi (07016) 9. Rina Rizky (07036)
5. Frisda Norma (07065) 10. Yunita Hapsari (07046)

AKPER RUMKIT POLPUS RS SOEKANTO
JAKARTA 2009 – 2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata ajar Keperawatan Anak I yang berjudul “Asuhan Keperawatan Anak dengan Difteri”.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materil dari banyak pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. KOMBES POL Yuyun Kurniasih, Skep, Mkep, selaku direktur Akper Rumkit Pol Pus Rs Soekanto Jakarta.
2. AKBP Enida Thamrin, Skm, Skep, selaku koordinator mata ajar keperawatan Anak I.
3. Harti Budi L,Skep selaku pembimbing makalah Keperawatan Anak dengan Difteri.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
Baik susunan maupun isi makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang
Penulis mengharapkan dengan tersusunnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan mahasiswa / i Akper Rumkit Polpus Rs Soekanto pada khususnya.

Jakarta, Mei 2009

Penulis
i
DAFTAR ISI

Kata pengantar …………………………………………………. ( i )
Daftar isi ……..………………………………………….. (ii)

BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ……….………………………………………… ( 1 )
B. Tujuan Penulisan ……….………………………………………… ( 2 )
C. Ruang Lingkup ……….………………………………………… ( 2 )
D. Metode Penulisan ……….………………………………………… ( 2 )
E. Sistematika Penulisan ……….………………………………………… ( 3 )

BAB II Tinjauan Teori
A. Pengertian ………………….……………………………… ( 4 )
B. Patofisiologi
a) Etiologi …………………………………………….…… ( 5 )
b) Perjalanan Penyakit ..…………………………………………….. ( 5 )
c) Manisfestasi klinis ……………………………………………….. ( 6 )
1.A Klasifikasi ……………………………………………….. ( 6 )
d) Komplikasi ……………………………………………….. ( 8 )
C. Penatalaksanaan ……………………………………………….. ( 9 )
D. Gambar ……………………………………………….. (10)

BAB III Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan ………………………………………………… (12)
B. Diagnosa Keperawatan .……………………………………………….. (12)
C. Perencanaan Keperawatan …………………………………………………… (12)
D. Pelaksanaan Keperawatan …………………………………………………… (15)

BAB IV Penutup
A. Kesimpulan …………………………………………………… (16)
B. Saran …………………………………………………… (17)

Daftar Pustaka

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri corynebacterium diphtheria yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, Nasofaring (bagian antara hidung dan faring atau tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui hubungan dekat, udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak-anak muda. Penyakit ini juga dijmpai pada daerah padat penduduk dingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri jarang dijumpai. Vaksi imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksi difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :

1. Tujuan Umum

a) Untuk memenuhi tugas Mata Ajar Keperawatan Anak dengan Difteri
b) Diperoleh pengalaman dalam membuat Asuhan Keperawatan Anak dengan Difteri

2. Tujuan Khusus

a) Mampu melakukan pengkajian pada anak dengan Difteri
b) Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien anak dengan Difteri
c) Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada anak dengan Difteri
d) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien anak dengan Difteri
e) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada anak dengan Difteri

C. Ruang Lingkup

Dalam penyusuna makalah ini penulis hanya membatasi masalah mengenai Asuhan Keperawatan pada anak dengan Difteri.

D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriftif, yaitu dengan mengumpulkan data, menganalisis dan menarik suatu kesimpulan, dan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku, dikatat dan sumber ilmiah lain yang berhubungan dengan judul dan permasalahan dalam karya tulis ini.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ini terjadi dari 4 bab yang disusun secara sistematika dengan urutan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari Latar belakang, Tujuan, Ruang lingkup, Metode penulisan, dan sitematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Teoritis yang meliputi pengertian, patofisiologi (yang terdiri dari etiolagi, pejalanan penyakit, manifestasi klinis, komplikasi), dan penatalaksanaan.
BAB III : Asuhan Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian keperawatan, Diagnosa keperawatan,Perencanaan keperawatan, Pelaksanaan keperawatan, Evaluasi keperawatan.
BAB IV : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang menular, disebabkan oleh corynebacteri um diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan atau mukosa.
Difteri adalah suatu infeksi demam akut, biasanya ditenggorok dan paling sering pada bulan-bulan dingin pada daerah beriklim sedang. Dengan adanya imunisasi aktif pada masa anak-anak dini.
(Merensien kapian Rosenberg, buku pegangan pediatric, Hal. 337)
Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah menular dan yang sering diserang adalah saluran pernafasam bagian atas dengan tanda khas timbulnya “pseudomembran”.
(Ngastiyah perawatan anak sakit, edisi 2 Hal. 41)
Diferi adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari corynebacterium diphtheriae (c. diphtheriae). Penyakit ini menyerang bagian atas murosasaluran pernafasan dan kulit yang terluka. Tanda-tanda yang dapat dirasakan ialah sakit letak dan demam secara tiba-tiba disertai tumbuhnya membrane kelabu yang menutupi tansil serta bagian saluran pernafasan.
(www.podnova.com)
Difteri adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tansil, faring, laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina.
(www.padnova.com)
2. Patofisiologi
a. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembang biak pada atau disekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan beberapa jenis bakteri ini menghasilkan teksik yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak. Masa inkubasi 1-7 hari (rata-rata 3 hari). Hasil difteria akan mati pada pemanasan suhu 60oc selama 10 menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu dan lender yang telah mengering.
b. Perjalanan Penyakit

c. Manifestasi Klinis
Masa tunas 3-7 hari khas adanya pseudo membrane, selanjutnya gejala klinis dapat dibagi dalam gejala umum dan gejala akibat eksotoksin pada jaringan yang terkena. Gejala umum yang timbul berupa demam tidak terlalu tinggi lesu, pucat nyeri kepala dan anoreksia sehingga tampak penderita sangatlemah sekali. Gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk setiap bagian yang terkena seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan sesak dan strides, sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung kepada jaringan yang terkena seperti iniokorditis paralysis jaringan saraf atau nefritis.
a. Klasifikasi :
1. Difteria hidung
Gejalanya paling ringan dan jarang terdapat (hanya 2%). Mula-mula hanya tampak pilek, tetapi kemudian secret yang keluar tercampur sedikit yang berasal dari pseudomembren. Penyebaran pseudomembran dapat pula mencapai foring dan laring.

2. Difteria faring dan tonsil (difteria fausial)
Paling sering dijumpai (I 75%). Gejala mungkin ringan. Hanya berupa radang pada selaput pada selaput lendir dan tidak membentuk pseudomembran, dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas pada penderita.
Pada penyakit yang lebih berat, mulainya seperti radang akut tenggorok dengan suhu yang tidak terlalu tinggi dapat ditemukan pseudomembran yang mula-mula hanya berapa bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau dan timbul pembengkakan kelenjar regional sehingga leher tampak seperti leher sapi (bull neck)
Dapat terjadi salah menelan dan suara serak serta stridor inspirasi walaupun belum terjadi sumbatan faring. Hal ini disebabkan oleh paresisi palatum mole. Pada pemeriksaan darah dapat terjadi penurunan kadar haemoglobin dan leukositosis, polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin, sedangkan pada urin mungkin dapat ditemukan albuminuria ringan.

3. Diftheria Laring dan trachea
Lebih sering sebagai penjalaran difteria faring dan tonsil (3 kali lebih banyak dari pada primer mengenai laring. Gejala gangguan jalan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat dapat timbul sesak nafas hebat. Slanosis dan tampak retraksi suprastemal serta epigastrium. Pembesaran kelenjar regional akan menyebabkan bull neck. Pada pemeriksaan laring tampak kemerahan sembab, banyak secret dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan payah sekali maka harus segera ditolong dengan tindakan trake ostomi sebagai pertolongan pertama.

4. Diftheria Faeraneus
Merupakan keadaan yang sangat jarang sekali terdapat. Tan Eng Tie (1965) mendapatlan 30% infeksi kulit yang diperiksanya megandung kuman diphtheria. Dapat pula timbul di daerah konjungtiva, vagina dan umbilicus.

d. Komplikasi

a. Aluran Pernafasan
Obstruksi jalan nafas dengan segala bronkopnemonia atelaktasio
b. Kardiovaskuler
Miokarditir akibat toksin yang dibentuk kuman penyakit ini
c. Urogenital
Dapat terjadi Nefritis
d. Susunan daraf
Kira-kira 10% penderita difteria akan mengalami komplikasi yang mengenai system susunan saraf terutama system motorik
Paralisis / parese dapat berupa :
1. Paralasis / paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia, kesukaran menelan sifatnya reversible dan terjadi pada minggu ke satu dan kedua.
2. Paralisis / paresis otot-otot mutu, sehingga dapat mengakibatkan strabisinus gangguan akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis, yang setelah minggu ke tiga.
3. Paralisis umum yang dapat timbul setelah minggu ke 4, kelainan dapat mengenai otot muka, leher anggota gerak dan yang paling penting dan berbahaya bila mengenai otot pernafasan.

3. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Mandiri
Terdiri dari : Perawatan yang baik, istirahat mutlak ditempat tidur, isolasi penderita dan pengawasan yang ketat atas kemungkinan timbulnya komplikasi antara lain pemeriksaan EKG tiap minggu.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Anti Diphteria Serum (ADS) diberikan sebanyak 20.000 untuk hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata bila ternyata penderita peka terhadap serum tersebut, maka harus dilakukan desentitisasi dengan cara besderka
b. Antibiotika diberikan penisilan 50.000 untuk kgbb/hari sampai 3 hari bebas panas. Pada penderita yang dilakukan trakeostomi, ditambahkan kloramfenikol 75 mm/kg bb/hari dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid obat ini di maksudkan untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat berbahaya. Dapat diberikan prednison 2 mg/kkbb/hari selama 3 minggu yang kemudian dihentikan secara bertahap.

4. Gambar Penyakit Difteri

Diftheria Faeraneus

Bull’s neck

Pseudomembrane diphtheria

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Keperawatan; Riwayat terkena penyakit infeksi, status immunisasi
2. Kaji tanda-tanda yang terjadi pada Nasa, tonsil/faring, dan laring
3. Lihat dari Manifestasi klinis berdasarkan atur patofisiologi

2. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektif bersihan jalan Nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas
2. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakitnya (metabolisme meningkat, intake cairan menurun).
4. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang.

3. Perencanaan Keperawatan
1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas efektif
KH : Jalan Nafas Kembali Normal

Intervensi :
1. Kaji status pernafasan, observasi irama dan bunyi pernafasan
2. Atur posisi kepala dengan posisi ekstensi
3. Suction jalan nafas jika terdapat sumbatan
4. Berikan oksigen sebelum dan setelah dilakukan suction
5. Lakukan fisioterapi dada.
6. Persiapkan anak untuk dilakukan trakeostomi
7. Lakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah.
8. Lakukan Intubasi jika ada indikasi.

Evaluasi :
 Jalan nafas kembali efektif

2. Resiko Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan organisme Virulen
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perluasan infeksi tidak terjadi.
KH : Tidak ditemukan perluasan infeksi

Intervensi :
1. Tempatkan anak pada ruang khusus
2. Pertahankan isolasi yang ketat di RS
3. Gunakan Prosedur terlindungi infeksi jika melakukan kontak dengan Anak. (APD).
4. Berikan Antibiotik sesuai Intruksi dokter
Evaluasi :
 Penyebarluasan infeksi tidak terjadi.

3. Resiko tinggi tejadinya kekurangan volume cairan berhubungan dengan penyakit (Metabolisme meningkat, intake cairan menurun).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan volume cairan terpenuhi.
KH : Anak dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Dehidrasi tidak terjadi
Intervensi :
1. Monitor intake output secara tepat, pertahankan intake cairan dan elektrolit yang tepat.
2. Kaji adanya tanda-tanda Dehidrasi (membrane mukosa kering, turgor, kulit kurang, Produksi urin menurun, frekuensi denyut jantung dan pernafasan, meningkat, tekanan darah menurun, fontanel cekung).
3. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral jika pemberian cairan melalui oral tidak memungkinkan.
Evaluasi :
 Keseimbangan cairan dapat dipertahankan

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
KH : – Berat badan anak bertambah
– Turgor kulit baik
Intervensi :
1. Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
2. Pasang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak

3. Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral
4. Monitor indicator terpenuhi kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar lengan, membran mukosa) yang adekuat.
Evaluasi :
 Tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi

4. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi (pelaksanaan) perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan. Memantau dan mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
(Doenges E Marilyn, dkk, 2000).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun corynebacterium diphtheria, dan lebih sering menyerang anak-anak. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama laring, tonsil, dan faring. Tetapi tidak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakaan saraf dan juga jantung.
Pada serangan difteri berat akan ditemukan psudomembran, yaitu lapisan selaput yang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri, dan bahan lainnya, didekat tonsil dan bagian faring yang lain. Membrane ini tidak mudah robek dan bewarna keabu-abuan. Jika membran ini dilepaskan secara paksa maka lapsan lender dibawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udaraaau secara tiba-tiba bias terlepas dan menyumbat saluran udara sehingga anak mengalami kesulitan bernafas.
Berdasarkan gejala dan ditemukanya membran inilah diagnosis ditegakkan. Tidak jarang dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di faring dan dibuatkan biakan dilaboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi akibat penyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG. Penularan difteri dapat melalui kontak langsung seperti berbicara dengan penderita, melalui udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Tetapi sejak diperkenalkan vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.

B. Saran
Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali, dan harus dilakukan pencarian dan kemudian mengobati carier difteri dan dilkaukan uji schick.
Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum es karena minum minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan dan menyebabkan tenggorokan tersa sakit. Juga menjaga kebersihan badan, pakaian, dan lingkungan karena difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan makanan yang dikonsumsi harus bersih yaitu makan makanan 4 sehat 5 sempurna.
Sedangkan untuk perawat, penderita dengan difteri harus diberikan isolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak terdapat lagi C. diphtheria 2x berturut-turut. Gunakan prosedur terlindungi infeksi jika melakukan kontak langsung dengan anak (APD).

Daftar Pustaka

Carpentino, Lynda Juall.2001.Buku Saku :Diagnosa keperawatan edisi: 8 Peneterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta

Doengoes, E Marlynn,dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3 penterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta

Supriadi.2004.Asuhan Keperawatan anak.Jakarta: Sagung seto

Staf pengajar Ilmu kesehatan Anak.2005.Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta: Fkui

http://www.Pediatric.com
http://www.medicastore.com
http://www.podnova.com
http://www.Naya.com

asuhan keperawatan anak dengan morbili

Askep morbili

Definisi
Penyakit infeksi virus akut menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu :
a. Stadium Kataral
b. Stadium Erupsi, dan
c. Stadium Konvalesensi
Dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik ( Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ). Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000 ).Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yaitu Rubeola yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. virus ini memiliki RNA rantai tunggal, sampai saat ini hanya ada satu serotipe yang diketahui dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
Cara penularan dengan droplet infeksi.

Epidemiologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun. Morbili dapat ditularkan dengan 3 cara,antara lain :
1.percikan ludah yang mengandung virus
2.kontak langsung dengan penderita
3.penggunaan peralatan makan & minum bersama.
Penderita dapat menularkan infeksi dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah:
1.bayi berumur lebih dari 1 tahun
2.bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
3.Daya tahan tubuh yang lemah
4.Belum pernah terkena campak
5.Belum pernah mendapat vaksinasi campak.
6.remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.

Patofisiologi

Droplet Infection (virus masuk)

Berkembang biak dalam RES

Keluar dari RES keluar sirkulasi
Pirogen :
pengaruhi termostat dalam hipotalamus
Titik setel termostat meningkat

Suhu tubuh meningkat
pengaruhi nervus vagus  pusat
muntah di medula oblongata.
muntah
anorexia
malaise

Mengendap pada organ-organ yang
secara embriologis berasal dari ektoderm seperti pada :

Mukosa mulut
infiltrasi sel-sel radang mononuklear pada kelenjar sub mukosa mulut

Koplik`s spot
Kulit
Ploriferasi sel-sel endotel kalpiler di dalam korium
Terjadi eksudasi serum dan kadang-kadang eritrsit dalam epidermis
Rash/ ruam kulit
Konjunctiva
terjadi reaksi peradangan umum

Konjuctivitis

Fotofobia
mukosa nasofaring dan broncus

infiltrasi sel-sel sub epitel dan sel raksasa berinti banyak

Reaksi peradangan secara umum

Pembentukan eksudat serosa disertai proliferasi sel monokuler dan sejumlah kecil pori morfonuklear

Coriza/ pilek, cough/ batuk

Sal. Cerna

Hiperplasi jaringan limfoid terutama pada usus buntu  mukosa usus teriritasi  kecepatan sekresi bertambah  pergerakan usus meningkat  diare

Secara sederhana dan dengan pembuatan pohon masalah, patofisiologi morbili dapat dijelaskan sebagai berikut :

Patologi Anatomi
Pada organ limfoid dijumpai:
Hiperplasia folikuler yang nyata
Sentrum germinativum yang besar
Sel Warthin-Finkeldey
Sel datia berinti banyak yang tersebar secara acak
Sel ini memiliki nukleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam sitoplasma
Sel ini merupakan tanda patognomonik campak
Pada bercak Koplik dijumpai:
Nekrosis
Neutrofil
Neovaskularisasi

Manifestasi klinis
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium
1.Stadium kataral (prodormal)
Stadium prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam ringa hingga sedang, batuk kering ringan, coryza, fotofobia dan konjungtivitis. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapandengan molar dibawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan pipi. Meski jarang, mereka dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir bawah, langit-langit dan karankula lakrimalis. Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. Kadang-kadang stadium prodormal bersifat berat karena diiringi demam tinggi mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia.
2.Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema / titik merah dipalatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula papula disertai dengan menaiknya suhu tubuh. Eritema timbul dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan didaerah leher belakang. Juga terdapat sedikit splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “Black Measles” yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3.Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi

Pemeriksaan Diagnostik
Ruam kulit pada campak harus dibedakan dari :
Eksantema subitum – toxoplasmosis
Rubela – meningokoksemia
Infeksi virus ekho – demam skarlatina
Virus koksaki – penyakit riketsia
Virus adeno – penyakit serum
Mononukleosus infeksiosa – alergi obat
Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Pada tahap awal, sulit untuk menegakkan diagnosa campak. Adanya konjungtivitis merupakan petunjuk berharga dalam upaya pengambilan diagnosa. Bila kita berhasil menemukan bercak Koplik, maka diagnosa dini dapat kita tegakkan.
Hal-hal yang membantu penegakan diagnosa:
1.Riwayat kontak dengan penderita campak
2.Gejala demam, batuk, pilek dan konjungtivitis
3.Bercak Koplik (patognomonik)
4.Erupsi makulopapula dengan tahap-tahap pemunculan yang khas
5.Bercak berwarna kehitaman pada kulit setelah sembuh
Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan:
pemeriksaan darah
pembiakan virus
serologi campak.
Pada kasus-kasus atipik, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya. Teknik pemeriksaan yang dapat digunakan adalah:
Fiksasi komplemen
Inhibisi hemaglutinasi
Metode antibodi fluoresensi tidak langsung

Komplikasi
Berbagai penyakit dapat terjadi pada penderita campak. Penyakit tersebut antara lain:
Konjungtivitis
Stomatitis
Bronkopnemonia
Diare
Otitis media akut
Laringitis
Malnutrisi
Purpura trombositopenia
Ensefalitis
Subakut sklerosing panensefalitis
Malnutrisi merupakan komplikasi yang tidak boleh dipandang enteng. Malnutrisi dan campak membentuk suatu lingkaran setan. Malnutrisi memudahkan terjadinya sekaligus memperberat campak, sedangkan campak akan menyebabkan penderita mengalami malnutrisi. Campak dapat menyebabkan hal tersebut karena:
Penderita (terutama anak) malas makan akibat mulut sakit (akibat stomatitis)
Diare menyebabkan turunnya kemampuan penyerapan makanan
Demam meningkatkan metabolisme tubuh sehingga energi yang didapat dari makanan akan terbuang
Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1000 sampai 2000 kasus, ditandai dengan demam tinggi, kejang dan koma. Hal ini biasanya terjadi antara 2 hari sampai 3 minggu setelah ruam muncul. Ensefalitis biasanya berlangsung singkat dan sembuh dalam waktu satu minggu, tapi kadang-kadang bisa berkepanjangan dan mengakibatkan terjadinya kerusakan otak yang serius bahkan kematian.
Subakut sklerosing panensefalitis merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi. Keadaan ini disebabkan oleh virus “detektif” yang mengalami hipermutasi. Keadaan ini dapat berkembang bertahun-tahun kemudian, khususnya bila campak terjadi pada usia muda.

Pencegahan
1.Imunisasi aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersbut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.
2.Imunusasi pasif
Imunusasi pasif dengan serum oarng dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak. Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.

Penatalaksanaan Medis
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi penyakit campak. Pada kasus yang ringan, tujuan terapi hanya untuk mengurangi demam dan batuk, sehingga penderita merasa lebih nyaman dan dapat beristirahat dengan lebih baik. Dengan istirahat yang cukup dan gizi yang baik, penyakit campak (pada kasus yang ringan) dapat sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Bila ringan, penderita campak tidak perlu dirawat. Penderita dapat dipulangkan dengan nasehat agar selalu mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol bila penyakit bertambah berat.
Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
Isolasi untuk mencegah penularan
Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak menyilaukan)
Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan banyak, berikan porsi kecil tapi sering (small but frequent)
Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
Kompres hangat bila panas badan tinggi
Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen
Pengurang batuk (antitusif)
Vitamin A dosis tunggal
Di bawah 1 tahun: 100.000 unit
Di atas 1 tahun: 200.000 unit
Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia)

Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Penderita Morbili
I.Pengkajian
A.Identitas diri :
B.Pemeriksaan Fisik :
1.Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2.Kepala : sakit kepala
3.Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza,
perdarahan hidung (pada stad eripsi).
4.Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa
pahit.
5.Kulit : Permukaan kulit (kering ), turgor kulit, rasa gatal,
ruam makuler pada leher, muka, lengan dan kaki (pada stad. Konvalensi), evitema, panas (demam).
6.Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi,
sputum
7.Tumbang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8.Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9.Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
C.Keadaan Umum : Kesadaran, TTV

II.Nursing Care Plan
A.Dx. Kep yang mungkin muncul
1.Gangguan rasa nyaman : peningkatan suhu tubuh b.d proses inflamasi
2.Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan sekunder terhadap demam
3.Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : asupan makanan yang kurang b.d. anorexia
4.Gangguan pola nafas b.d inflamasi saluran nafas
5.Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan umum
6.Gangguan persepsi sensori b.d radang konjungtiva
7.Gangguan integritas kulit b.d rash pada seluruh tubuh
8.Gangguan istirahat tidur b.d. rash pada seluruh tubuh, deskuamasi rasa gatal

B.Perencanaan Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman : peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi
Data Subjektif : -Pasien mengeluh pusing
-Pasien mengeluh panas
Data Objektif : · Suhu tubuh
· Pasien tampak gelisah
· Mukosa mulut kering
· Keringat berlebihan
· Frekuensi pernafasan meningkat
· Kejang
· Takikardi
· Kulit terasa panas

Tujuan
Suhu tubuh normal dalam jangka waktu….

Kriteria Hasil
Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0C
Bibir lembab
Nadi normal
Kulit tidak terasa panas
Tidak ada gangguan neurologis ( kejang )
Aktivitas sisi kemampuan

Intervensi Keperawatan
Identifikasi penyebab atau factor yang dapat menimbulkan peningkatan suhu tubuh: dehidrasi, infeksi, efek obat, hipertiroid.
Observasi TNSR per …..
Observasi fungsi neurologis : status mental, reaksi terhadap stimulasi dan reaksi pupil.
Observasi cairan masuk dan keluar, hitung balance cairan
Observasi tanda kejang mendadak
Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak kontraindikasi
Berikan kompres air hangat
Berikan cairan dan karbohidrat yang cukup untuk meningkatkan hipermetabolisme akibat peningkatan suhu.
Anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan bila suhu naik / bedrest total.
Anjurkan dan bantu pasien menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat.
Kolaborasi :
Pemberian anti piretik
Pemberian anti biotic
Pemeriksaan penunjang

Diagnosa Keperawatan
Resiko kekurangan volume cairan tubuh B. D kehilangan sekunder terhadap demam.
Data Subjektif : · Pasien mengeluh haus
· Pasien mengeluh lemas
· Pasien mengeluh mencret ….x/hr
· Pasien mengeluh muntah …x/hr
Data Objektif : · TD…mmttg, N..x/mnt, 0S.. C, RR…x/mnt
· Turgor kulit jelek
· Perubahan produksi urine…cc/ 24 jam
· Penurunan pengisian vena ( capillary refill )
· Volume dan tekanan nadi menurun
· Denyut nadi meningkat
· Demam
· Kulit kering
· Bibir kering
· Mata cekung
· Akral dingin

Tujuan
Tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh dalam jangka waktu ….

Kriteria Hasil
Turgor baik
Produksi urine …cc/jam <0,5 – 1 cc/kg BB/jam
Kulit lembab
TTV dalam batas normal
Mukosa mulut lembab
Cairan masuk dan keluar seimbang
Tidak pusing pada perubahan posisi
Tidak haus
Hb, Ht, dbn
Intervensi Keperawatan
Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan menelan, kekurangan darah aktif, diuretic, depresi, kelelahan
Observasi TNSR…
Observasi tanda – tanda dehidrasi
Observasi keadaan turgon kulit, kelembaban, membran mukosa
Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan terjadi secara mendadak, ukur produksi urine setiap jam, berat jenis dan observasi warna urine. Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar per….
Perhatikan : cairan yang masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien terpasang infus
Timbang BB setiap hari
Pertahankan bedrest selama fase akut
Ajarkan tentang masukan cairan yang adekuat, tanda serta cara mengatasi kurang cairan
Kolaborasi :
Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
Pemberian obat sesuai indikasi
Observasi kadar elektronik, Hb,Ht

Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : Asupan makanan yang kurang b.d anorexia
Data Subjektif : · Pasien mengatakan mual
· Pasien mengatakan tidak nafsu makan
Data Objektif : · Bising usus….x/mnt
· Mukosa mulut kering
· Vomitus ….cc
· Porsi makan : …..porsi
· Hb …., Albumin…..
· Konjungtiva dan selaput lendir pucat
· Terdapat bercak – bercak merah pada mukosa mulut

Tujuan
Pasien dapat memperbaiki status gizi (nutrisi ) dalam jangka waktu

Kriteria Hasil
BB meningkat
Mual berkurang / hilang
Tidak ada muntah
Pasien menghabiskan makan 1 porsi
Nafsu makan meningkat
Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
Pasien mengungkapkan kesediaan mematuhi diit
Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
Nilai Hb, Protein dalam batas normal

Intervensi Keperawatan
Kaji pola makan pasien
Observasi mual dan muntah
Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat untuk kesembuhan
Kaji kemampuan untuk mengunyah dan menelan
Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan atau hilangnya bising usus.
Beri posisi semi fowler / fowler saat makan
Identifikasi factor pencetus mual , muntah , diare, nyeri abdomen
Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai sesuai diit
Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik
Bantu pasien untuk makan , catat jumlah makanan yang masuk
Hindari makanan dan minuman yang merangsang
Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan.
Kolaborasi :
Penatalaksanaan diit yang sesuai (dengan ahli gizi)
Pemberian nutrisi parenteral
Pemberian anti emetik
Pemberian multivitamin, cara pemberian makanan / tambahan.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola nafas b.d inflamasi saluran nafas
Subjektif : -Dispnea
-Napas pendek
Objektif -Perubahan gerakan dada
-Mengambil posisi tiga titik
-Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
-Penurunan ventilasi semenit
-Penurunan kapasitas vital
-Napas dalam (dewasa VT 500 mL pada saat istirahat, bayi 6-8
mL/k)
-Peningkatan diameter anterior-posterior.
-Napas cuping hidung
-Kecepatan respirasi (usia dewasa 14 tahun atau lebih <11-24
[kali per menit], bayi 25-60, usia 1-4 <20-30, usia 5-14 <15
25).
-Rasio waktu
-Penggunaan otot-otot bantu untuk bernapas

Tujuan
Pasien menunjukkan Status Respirasi: Ventilasi: Pergerakan udara ke dalam dan ke luar dari paru-paru yang normal.

Kriteria hasil
Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak berbahaya: ventulasi dan status tanda vital.
Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu, diotandai dengan indikator gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan , tidak).
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas.
Ekspansi dada simetris.
Tidak ada penggunaan itot bantu.
Bunyi napas tambahan tidak ada.
Napas pendek tidak ada.
Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasnag ventilator mekanis;
Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal;
Mempunyai fungsi paru vatas normal untuk pasien;
Membutuhkan bantuan pernapasan sata dibutukan;
Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan di rumah.

Intervensi Keperawatan
Pantau adanya pucat dan sianosis
Pantau efek obat pada status respirasi.
Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang dada.
Kaji kebutuhan insersi jalan napas.
Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan ventilator.
Pemantauan Pernapasan :
Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan suaha respirasi; perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot suprakla vikular dan interkostal; pantau respirasi yang berbunyi, seperti mendengar;
Pantau pola pernapasa: bradip nea; takipnea; hiperventilasi; pernapasan Kussmaul; pernapasan Cheyne-Stokes; dan apneastik. Biot dan pola ataksik;
Perhatikan lokasi trakea;
Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan /tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi napas tambahan ;
Pantau peningkatan kegelisahan, ansietasm dan tersengal-sengal; catat perubahan pada SaO2, SvO2, CO2 akhir-tidak, dan nilai gas darah arteri (GDA), dengan tepat.
Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk meningkatkan pola pernapasan. Spesifikasikan teknik.
Ajarkan cara batuk secara efektif.
Informasikan kepada pasien/ keluarga bahwa tidak boleh merokok di ruangan
Instruksikan kepada pasien/keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola pernapasan.
Rujuk kepada ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadaan fungsi ventilator mekanis.
Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, dan pernapasan, nilai GDA, sputum, dan seterusnya, sesuai dengan kebutuhan atau protokol.
Berikan tindakan (misalnya, bronkodilator) sesuai dengan priogram atau protokol.
Berikan tindakan nebulizer ultrasonik dan udara pelembap atau oksigen sesuai dengan program protokol institusi.
Berikan obat nyeri untuk pengoptimalkan pola pernapasan. Spesifikkan jadwal.
Hubungkan dan dokumentasikan semua data pengkajian (misalnya, sensori, bunyi naoas, pola pernapasan, nilai Gda, sputum, dan efek obat pada pasien).
Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif, sesuai dengan kebutuhan.
Yakinkan kembali pasien selama periode distres pernapasan.
Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distres pernapasan.
Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan sekresi.
Minta pasien untuk berpindah, batuk dan napas dalam setiap
Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur yang dimaksudkan, untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan perasaan kontrol.
Pertahankan oksigen aliran rendah kanula nasal, masker, sungkup, atau tenda. Spesifikkan kecepatan aliran.
Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan. Spefikkan posisi.
Sinkronisasikan antara pola pernapasan klien dan kecepatan ventilasi.

Diagnosa Keperawatan
Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan umum
Subjektif : tdaknyamanan atau dispnea yang membutuhkan pengeragan tenaga.
Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.
Objektif
Denyut jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respons terhadap aktivitas.
Perubahan EKG selama aktivitas yang menunjukkan aritmia atau iskemia.
Faktor yang Berhubungan
Tirah baring/imobilitas
Nyeri kronis
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Gaya hidup menoton
Tujuan/ Kriteria Evaluasi
Contoh Penggunaan Bahasa NOC
Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan Daya tahan, penghematan energi, dan perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari-hari (dan AKSI).
Menunjukkan Penghematan energi, ditandai dengan indikator sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5: tidak sama sekali, ringan, sedang, berat , atau sangat berat ).
Menyadari keterbatasan energi
Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat.
Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
Contoh lain
Pasien akan :
Mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkonsetribusi oada intoleransi aktivitas;
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibuthhkan dengan peningkatan yang memadai pada denwyut jantung, frekuensi respirasi, dan tekanan darah dan pola yang dipantu dalam b atas normal;
Mengungkapkan secara verbal pema haman tentang kebiutuhan oksigen, pengobatan, dan / atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas;
Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (aks0 dengan beberapa bantuan (mislanya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi);
Menanmpilakn pengelolaan pemeliharaan di rumah dengan beberapa bantuan (misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan stiap minggu).

Intervensi Prioritas NIC
Terapi Aktivitas: saran tentang dan bantuan dalama aktivitas fisik, kognitif, sosial dan spritual yang spesifiik untuk meningkatkan rentang, frekuensiu atau durasi aktivitas individu (atau kelompok). Pengelolaan Energi: Pengurangan penggunmaan energi untuk merawat atau mencegah kelelahan dan mengoptiomalkan fungsi.

Aktivitas Keperawatan
Pengakajian
Kaji respons emosi, sosial, dan spritual terhadap aktivitas.
Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
Pengelolaan Energi (NIC):
Tentukan penyebab keletihan (misalnya, karena perawatan, nyeri, dan pengobatan);
Pantau respons kardiorespi ratori terhadap aktivitas (mislanya, takikardia, distrimia lain, diaforesis , pucat, tekanan hemadinamik, dan frekuensi respirasi);
Pantau respons oksigen (misalnya, nadi, irama, jantung, dan frekuensji respirasi) terhadap aktivitas perawatan diri; pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber-sumber energi;
Pantau / dokumentasikan pola istirajat pasien dan lamanya waktu tidur.
Pendidikan untuk Pasien / keluarga
Instruksikan kepada pasien/keluarga dalam:
Penggunaan peralatan, seperti oksigen, selama aktivitas;
Penggunaan teknik relaksasi (misalnya, distraksi, visualisasi) selama aktivitas.
Pengelolaan Energi (NIC):
Ajarkan kepada pasien dan orang yang penting bagi pasien tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya, memantau diri dan teknik berjalan untuk melakukan AKS);
Aktivitas Kolaboratif
Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivita s.
Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik dan/atau rekreasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, sesuai dengan kebutuhan.
Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan tentang bantuan perawatan rumah, sesuai dengan kebutuhan.
Rujuk pada ahli gizi unmtuk merencanakan makanan untuk meningkatkan asupan makanan yang tinggi energi.
Aktivitas lain
Hindari menjadwalkan aktivitas perawatyan selama periode istirahat.
Bantu pasien untuk mengibah posisi secara berkala, bersandar, dudul, berdiri, dan ambulasi yang dapat ditoleransi.
Rencanakan aktivitas dengan pasien/keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan. Misalnya :
Anjurkan periode alternatif untuk istirahat dan aktivitas;
Simpan objek yang sering digunakan pada tempat yang mudah dijangkau;
Buat tujuan yang sederhana, realistis, dan dapat dicapai oleh pasien yang meningkatkan kemandirian dan harga diri.
Rencana keperawatan untuk bayi/anak untuk meminimalkan kebutuhan oksigen bagi tubuh:
Antisipasi kenbutuhan makanan, cairan, kenyamanan, digendong, dan stimulasi untuk mencegah tangisan yang tidak perlu:
Hindari lingkungan yang mempunyai konsentrasi oksigen rendah (mislanya, pada daerah dataran tinggi, pesawat terbang yang bertekanan tidak normal);
Minimalkan ansietas dan stres;
Cegah hipertemia dan hipotermia;
Cegah infeksi;
Berikan instirahat yang adekuat.
Pengelolaan Energi (NIC):
Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas; rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak;
Bantu dengan aktivitas fisik teratur (misalnya, ambulasi, transfer, posisi, dan perawatan personal) sesuai kebutuhan;
Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk memfasilitasi relaksasi;
Bantu pasien untuk memantau diri dengan membuat dan menggunakan dokumentasi tentang CATATAN asupan kalori dan energi, sesuai kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Hartanto, Huriawati, dr., dkk., Kamus Kedokteran Dorland, Edisi Dua Sembilan, EGC, Jakarta, 2006.

Rudolph, Abraham M. , Julien I. E. Hoffman, Colin D. Rudolph.Buku Ajar PediatrikRudolph. Edisi Dua Puluh, Volume 1, EGC, Jakarta, 2006.

Betz, Cecity L., Linda A. Sowden, Buku Saku Keperawan Pediatri, EGC, Jakarta, 2002.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ilmu Kesehatan Anak 2, Bagian Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985.

H. John, Kamus Ringkas Kedokteran Stedman untuk Profesi Kesehatan, Edisi Empat, EGC, Jakarta, 2005.

http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/ginjal250406.htm, di download tanggal 8 Januari 2007, pukul 11.00 am.

Diposkan oleh di 04:59

ASKEP KONJUNGTIVITIS

ASKEP Konjungtivitis

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Panca indra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang membawa kesan rasa dari organ indra menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan. Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan, penciuman dan suara.
Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat kompleks, menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus oksipital, ditujukan khusus untuk menterjemahkan citra visual. Selain itu, ada tujuh saraf kranial yang memilki hubungan dengan mata dan hubungan batang otak memungkinkan koordinasi gerakan mata.
Salah satu penyakit yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu konjungtivitis. Sebelumnya, pengertian dari konjungtiva itu sendiri adalah membrana mukosa yang melapisi bagian dalam kelopak mata (palpebra) dan berlanjut ke batas korneosklera permukaan anterior bola mata. Sedangkan pengertian konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva yang ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis mata nampak merah, sehingga sering disebut mata merah.
Menurut sumber lainnya, Konjungtivitis atau mata memerah adalah salah satu penyakit mata yang bisa mengganggu penderitanya sekaligus membuat orang lain merasa tidak nyaman ketika berkomunikasi dengan si penderita. Semua orang dapat tertular konjungtivis, bahkan bayi yang baru lahir sekalipun. Yang bisa ditularkan adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Penularan terjadi ketika seorang yang sehat bersentuhan dengan seorang penderita atau dengan benda yang baru disentuh oleh penderita tersebut. Oleh karena itu, maka kita harus memahami tentang penyakit konjungtivitis agar dapat memutus mata rantai dari penularannya.
B.     Tujuan
a.      Tujuan Instruksional Umum
Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara umum yaitu untuk mengetahui tentang Konsep Dasar Medis dan Konsep Dasar Keperawatan tentang Konjungtivitis.
b.      Tujuan Instruksional Khusus
1.              Untuk mengetahui tentang anatomi dan fisiologi konjungtiva
2.              Untuk mengetahui tentang definisi Konjungtivitis.
3.              Untuk mengetahui tentang klasifikasi dan etiologi Konjungtivitis.
4.              Untuk mengetahui tentang patofisiologi Konjungtivitis.
5.              Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis Konjungtivitis.
6.              Untuk mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik Konjungtivitis.
7.              Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan Konjungtivitis.
8.              Untuk mengetahui tentang pencegahan Konjungtivitis.
9.              Untuk mengetahui tentang pengkajian pada pasien Konjungtivitis.
10.          Untuk mengetahui tentang penyimpangan KDM Konjungtivitis
11.          Untuk mengetahui tentang diagnosa keperawatan Konjungtivitis.
12.          Untuk mengetahui tentang intervensi dan rasional asuhan keperawatan Konjungtivitis.
BAB II
LANDASAN TEORI
B.     Anatomi Fisiologi
a.      Anatomi
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1.      konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2.      konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3.      forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.
b.      Fisiologi
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.13
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.
C.    Pengertian
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva akibat suatu proses infeksi atau respon alergi. (Corwin, 2001).
Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivis mata nampak merah, sehingga sering disebut mata merah. (Brunner & Suddarth,2001)
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
D.    Klasifikasi dan Etiologi
1.      Konjungtivitis  Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang terkontaminasi.
2.      Konjungtivitis  Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan, perlu rujukan ke oftalmologis segera.
3.      Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika ) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps dan mononukleosis. Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
4.      Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan/atau obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma, demam kering dan ekzema juga berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di udara, yang menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin.. Pasien dengan konjungtivitis alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi musiman, atau alergi spesifik (misal terhadap kucing).
5.      Konjungtivitis blenore, konjungtivitis purulen ( bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore ).
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru lahir. Penyebab oftalmia neonatorum adalah
ü    Gonococ
ü    Chlamydia ( inklusion blenore )
ü    Staphylococus
Masa inkubasi bervariasi antara 3 – 6 hari
ü    Gonore                    : 1 – 3 hari
ü    Chlamydia             : 5 – 12 hari
E.     Patofisiologi
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel –sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel – sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh – pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea  terken
F.     Phatway
Terlampir
G.    Manifestasi Klinis
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
o   konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.
o   produksi air mata berlebihan (epifora).
o   kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva bagian atas.
o   pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi nonspesifik peradangan.
o   pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.
o   terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein).
o   dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah).
H.    Penatalaksanaan
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar pasien.
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur sangat jarang sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1 %). Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien untuk memperbaiki higiene kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari dengan artifisial tears dan salep dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan.
Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis. Pada banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi.
Apabila etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea, diberikan Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO, bersama dengan pemberian salep antibiotik topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum tidur. Metronidazole topikal (Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif. Karena tetracycline dapat merusak gigi pada anak-anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti dengan doxycycline 100 mg TID atau erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai 4 minggu. Pada kasus yang dicurigai, pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan tuberkulosis.
I.       Pencegahan
Pencegahan dari konjungtivitis dapat dilakukan :
1.          Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
2.          Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit
3.          Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
4.          Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
5.          Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
6.          Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
7.          Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata.
8.          Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.
J.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.
K.    Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
1.      glaucoma
2.      katarak
3.      ablasi retina
4.      komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis
5.      komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
6.      komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
7.      komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu penglihatan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1.      Biodata.
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, penanggung jawab.
2.      Riwayat kesehatan sekarang
a.      Keluhan Utama
 Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan   kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe.
b.      Sifat Keluhan
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
c.       Keluhan Yang Menyertai
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus Gonoblenorroe.
3.      Riwayat Kesehatan Yang Lalu.
Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat operasi mata.
4.      Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis)
a.      Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda konjungtivitis yang meliputi:
Ø  Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan megurang ke arah limbus.
Ø  Kemungkinan adanya sekret:
                                                            i.            Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkankelopak mata lengket saat bangun tidur.
                                                          ii.            Berair/encer pada infeksi virus.
Ø  Edema konjungtiva
Ø  Blefarospasme
Ø  Lakrimasi
Ø  Konjungtiva palpebra (merah, kasar seperti beludru karena ada edema dan infiltrasi).
Ø  Konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan pseudo membrane pada infeksi pneumokok. Kadang –kadang disertai perdarahan subkonjungtiva kecil – kecil baik di konjungtiva palpebra maupun bulbi yang biasanya disebabkan pneumokok atau virus.
Ø  Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien karena jika terdapat sekret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus/melihat halo.
B.     Diagnosa
1.      gangguan rasa aman nyaman berhubungan dengan proses peradangan pada mata
2.      resiko injury berhubungan dengan penurunan persepsi : penglihatan
3.      resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan ketikadekuatan pengobaran dan terapi
4.      gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan
C.    Intervensi
Dx.1 gangguan rasa aman nyaman (nyeri) b.d proses peradangan pada mata
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam pasien merasakan nyeri hilang
KH : pasien tampak Rileks dan nyeri berkurang
Intervensi :
1.          kaji ulang keluhan nyeri perhatikan tempat dan karakteristik. R : untuk menentukan intervensi selanjutnya
2.          Berikan posisi yang nyaman pada pasien. R : memberikan rasa rileks pada pasien
3.          Kompres hangat. R : rasa hangat dapat memberikan rasa rileks bagi pasien
4.          Kolaborasi pemberian obat analgetik (sesuai indikasi) atau obat mata. R : mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien
Dx.2 resiko injuri b.d penurunan persepsi penglihatan
Tujuan : selama dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam tidak terjadi injury
KH : Tidak terjdi injury atau perlukaan
Intervensi :
1.          Kaji kemampuan melihat. R : untuk mengetahui kemampuan melihat klien
2.          Orientasikan lingkungan dan yang lain. R : memberitahukan ke klien agar klien dapat berhati-hati
3.          Jaga saat beraktivitas. R : untuk mengurangi bahaya yang ada.
4.          Tempatkan perabot teratur dan dekat pasien. R : untuk mengurangi resiko cidera
Dx. 3 resiko penyebaran infeksi b.d ketidakadekuatan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4×24 jam tidak terjadi tanda-tanda penyebaran infeksi
KH : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1.          Bersihkan kelopak mata dari dalam keluar. R : untuk mengurangi kotoran yang ada di mata
2.          Ingatkan klien untuk tidak menggosok mata yang sakit. R : untuk mengurangi resiko luka dan penyebaran bakteri
3.          Beritahu klien mencegah pertukaran sapu tangan, handuk dan bantal dengan yang lain. R : untuk mengurangi resiko penyebaran penyakit kepada orang lain
4.          Kolaborasi pemberian antibiotik. R : untuk mengurangi bahkan membunuh bacterial.
dx.4 gangguan pola tidur b.d nyeri yang dirasakan
tujuan : selama dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien dapat istirahat dengan tenang
KH : pola tidur tercukupi
Intervensi :
1.          Ciptakan lingkungan yang tenang. R : untuk meningkatkan rasa tenang buat  istirahat klien
2.          Kurangi rasa nyeri dengan mengompres mata. R : memberikan kenyamanan pada klien
3.          Jelaskan fungsi kebutuhan tidur berhubungan dengan penyembuhan penyakit. R : klien tahu bagaimana pentingnya istirahat untuk membantu kesembuhan klien.
4.          Batasi pengunjung. R : memberikan waktu untuk istirahat klien
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth.2001. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC
Corwin Elizabeth, 2001, Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.ed 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif dkk., 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I, Medica Aesculapius FKUI, Jakarta

Askep konjungtivitis

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Panca indra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang membawa kesan rasa dari organ indra menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan. Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan, penciuman dan suara.
Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat kompleks, menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus oksipital, ditujukan khusus untuk menterjemahkan citra visual. Selain itu, ada tujuh saraf kranial yang memilki hubungan dengan mata dan hubungan batang otak memungkinkan koordinasi gerakan mata.
Salah satu penyakit yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu konjungtivitis. Sebelumnya, pengertian dari konjungtiva itu sendiri adalah membrana mukosa yang melapisi bagian dalam kelopak mata (palpebra) dan berlanjut ke batas korneosklera permukaan anterior bola mata. Sedangkan pengertian konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva yang ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis mata nampak merah, sehingga sering disebut mata merah.
Menurut sumber lainnya, Konjungtivitis atau mata memerah adalah salah satu penyakit mata yang bisa mengganggu penderitanya sekaligus membuat orang lain merasa tidak nyaman ketika berkomunikasi dengan si penderita. Semua orang dapat tertular konjungtivis, bahkan bayi yang baru lahir sekalipun. Yang bisa ditularkan adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Penularan terjadi ketika seorang yang sehat bersentuhan dengan seorang penderita atau dengan benda yang baru disentuh oleh penderita tersebut. Oleh karena itu, maka kita harus memahami tentang penyakit konjungtivitis agar dapat memutus mata rantai dari penularannya.
B.     Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara umum yaitu untuk mengetahui tentang Konsep Dasar Medis dan Konsep Dasar Keperawatan tentang Konjungtivitis.
2.    Tujuan Khusus
Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara khusus adalah sebagai berikut:
a.    Untuk mengetahui tentang definisi Konjungtivitis.
b.   Untuk mengetahui tentang klasifikasi dan etiologi Konjungtivitis.
c.    Untuk mengetahui tentang patofisiologi Konjungtivitis.
d.   Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis Konjungtivitis.
e.    Untuk mengetahui tentang pemeriksaan diagnostik Konjungtivitis.
f.    Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan Konjungtivitis.
g.   Untuk mengetahui tentang pencegahan Konjungtivitis.
h.   Untuk mengetahui tentang prognosis Konjungtivitis.
i.     Untuk mengetahui tentang pengkajian pada pasien Konjungtivitis.
j.     Untuk mengetahui tentang penyimpangan KDM Konjungtivitis
k.   Untuk mengetahui tentang diagnosa keperawatan Konjungtivitis.
l.     Untuk mengetahui tentang intervensi dan rasional asuhan keperawatan Konjungtivitis.
BAB II
ISI
1.      KONSEP DASAR MEDIS
A.  Definisi
          Conjunctivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.
          Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).
          Konjungtivitis biasanya tidak ganas dan bisa sembuh  sendiri. Dapat juga menjadi kronik dan hal ini mengindikasikan perubahan degeneratif atau kerusakan akibat serangan akut yang berulang. Klien sering datang dengan keluhan mata merah. Pada konjungtivitis didapatkan hiperemia dan injeksi konjungtiva, sedangkan pada iritasi konjungtiva hanya injeksi konjungtiva dan biasanya terjadi karena mata lelah, kurang tidur,asap, debu dan lain-lain.
B.  Klasifikasi dan Etiologi
1)  Konjungtivitis  Bakteri
Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang terkontaminasi.
2)    Konjungtivitis  Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan, perlu rujukan ke oftalmologis segera.
3)    Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika ) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps dan mononukleosis. Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.
4)    Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan/atau obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma, demam kering dan ekzema juga berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di udara, yang menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin.. Pasien dengan konjungtivitis alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi musiman, atau alergi spesifik (misal terhadap kucing).
5)   Konjungtivitis blenore, konjungtivitis purulen ( bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore ).
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru lahir. Penyebab oftalmia neonatorum adalah
a.         Gonococ
b.         Chlamydia ( inklusion blenore )
c.         Staphylococus
Masa inkubasi bervariasi antara 3 – 6 hari
Gonore                    : 1 – 3 hari
Chlamydia             : 5 – 12 hari
C.  Patofisiologi
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel –sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel – sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh – pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea  terkena.
D.  Manifestasi klinis
            1).  Konjungtivitis Bakteri
 Gejalanya, dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan, epifora dan rabas pada awalnya encer akibat epifora tetapi secara bertahap menjadi lebih tebal atau mukus dan berkembang menjadi purulen yang menyebabkan kelopak mata menyatu dalam posisi tertutup terutama saat bangun tidur pagi hari. Eksudasi lebih berlimpah pada konjungtivitis jenis ini. Dapat ditemukan kerusakan kecil pada epitel kornea.
2).   Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Sering disertai urethritis. Infeksi mata menunjukkan sekret purulen yang masif. Gejala lain meliputi mata merah, iritasi, dan nyeri palpasi. Biasanya terdapat kemosis, kelopak mata bengkak, dan adenopati preaurikuler yang nyeri. Diplokokus gram negatif dapat diidentifikasi dengan pewarnaan Gram pada sekret. Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topikal dan sistemik.
3).   Konjungtivitis Alergi
a. Mata gatal
b. Panas
c. Mata berair
d. Mata merah
e. Kelopak mata bengkak.
f. Pada anak biasanya disertai riwayat atopi lainnya seperti rhinitis alergi, eksema, atau asma.
g. Pada pemeriksaan laboratorium  ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit dan basofil.
4).   Konjungtivitis Viral
Gejalanya : Pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotofobia dan sensasi adanya benda asing pada mata. Epifora merupakan gejala terbanyak. Konjungtiva dapat menjadi kemerahan dan bisa terjadi nyeri periorbital. Konjungtivitis dapat disertai adenopati, demam, faringitis, dan infeksi saluran napas atas.
5).  Konjungtivitis blenore
Tanda – tanda blenore adalah sebagai berikut:
a.       Ditularkan dari ibu yang menderita penyakit GO.
b.      Merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum.
c.       Memberikan sekret purulen padat sekret yang kental.
d.      Terlihat setelah lahir atau masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari.
e.       Perdarahan subkonjungtiva dan kemotik.
E.  Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.
F.   Penatalaksanaan
1)   Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin, dll. selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan.
Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata disertai  antibiotik spektrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 4–5 kali sehari.
2)   Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Penatalaksanaan keperawatan:
a.       Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topikal dan sistemik. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
b.      Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di Rumah Sakit dan terisolasi
Medika mentosa:
a.    Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000 – 20.000 unti /ml setiap 1 menit sampai 30 menit.
b.    Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
c.    Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
d.   Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut – turut negatif.
3)   Konjungtivitis alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa Kompres dingin dan menghindarkan penyebab pencetus penyakit. Dokter biasanya memberikan obat Antihistamin atau bahan vasokonstriktor dan pemberian Astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi dengan  membuang kerak-kerak dikelopak mata dengan mengusap pelan-pelan dengan salin(garam fisiologis). Pemakaian pelindung seluloid pada mata yang sakit tidak dianjurkan karena akan memberikan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme.
4)   Konjungtivitis viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian antihistamin/dekongestan topikal. Tersedia bebas di pasaran. Kompres hangat atau dingin dapat membantu memperbaiki gejala.
5).   Konjungtivitis blenore
Penatalaksanaan pada konjungtivitis blenore berupa pemberian penisilin topikal mata dibersihkan dari sekret. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman yaitu dengan membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol. Pengobatan dokter biasanya disesuaikan dengan diagnosis.
Pengobatan konjungtivitis blenore:
a.    Penisilin topikal tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda – tanda perbaikan.
b.    Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak maka pemberian obat tidak akan efektif.
c.    Kadang – kadang perlu diberikan bersama – sama dengan tetrasiklin untuk infeksi chlamydia yang banyak terjadi.
G. Pencegahan
a.       Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b.      Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit
c.       Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain
d.      Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
e.       Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
f.       Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
g.      Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata.
h.      Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.
H.  Prognosis
Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya dapat sembuh dengan sendirinya. Tanpa pengobatan biasanya sembuh 10-14 hari. Bila diobati, sembuh dalam 1-3 hari. Konjungtivitis karena staphilokokus sering menjadi kronis.
B.     Konsep Dasar Keperawatan
A.    Pengkajian
1.    Biodata.
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, penanggung jawab.
2.    Riwayat kesehatan sekarang
a). Keluhan Utama :
 Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan   kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe.
b).  Sifat Keluhan :
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
c). Keluhan Yang Menyertai :
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus Gonoblenorroe.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu.
    Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat operasi mata.
4.    Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis)
a)    Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda konjungtivitis yang meliputi:
1)   Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan megurang ke arah limbus.
2)   Kemungkinan adanya sekret:
a.    Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkan kelopak mata lengket saat bangun tidur.
b.    Berair/encer pada infeksi virus.
3)   Edema konjungtiva
4)   Blefarospasme
5)   Lakrimasi
6)   Konjungtiva palpebra (merah, kasar seperti beludru karena ada edema dan infiltrasi).
7)   Konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan pseudo membrane pada infeksi pneumokok. Kadang –kadang disertai perdarahan subkonjungtiva kecil – kecil baik di konjungtiva palpebra maupun bulbi yang biasanya disebabkan pneumokok atau virus.
8)   Pemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien karena jika terdapat sekret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus/melihat halo.
C.       Diagnosa keperawatan
1.    Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan peradangan konjungtiva.
Ditandai dengan :
a)    Klien mengatakan ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan raut muka / wajah.
b)   Klien terlihat kesakitan (ekspresi nyeri).
Kriteria hasil :
a)    Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi dan Rasional
1)   Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
R/ untuk menentukan pilihan intervensi yang tepat.
2)   Ajarkan klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam  dan teratur.
                     R/ Berguna dalam intervensi selanjutnya.
3)   Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman aman dan tenang
     R/ Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada klien dengan mengurangi stressor yang berupa kebisingan.
4)   Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik.
R/ Menghilangkan nyeri,karena memblokir saraf penghantar nyeri.
Evaluasi
1)   Mendemostrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.
2)   Mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang tidak terganggu.
3)   Menunjukkan perasaan rileks.
2. Gangguan rasa nyaman: pruritus b/d edema dan iritasi konjungtiva
    Ditandai dengan :
a)    Peningkatan eksudasi, fotofobia, lakrimasi dan rasa nyeri.
Kriteria Hasil :
a)    Klien dapat beradaptasi dengan keadaan yang sekarang.
b)   Mengungkapkan peningkatan kenyamanan di daerah mata.
c)    Berkurangnya lecet karena garukan.
d)   Penyembuhan area mata yang telah mengalami iritasi.
e)    Berkurangnya kemerahan.
Intervensi dan Rasional :
1)   Kompres tepi palpebra ( mata dalam keadaan tertutup ) dengan larutan salin selama kurang lebih 3 menit.
R/ melepaskan eksudat yang lengket pada tepi palpebra.
2)   Usap eksudat secara perlahan dengan kapas yang sudah dibasahi salin dan setiap pengusap hanya dipakai satu kali.
R/ membersihkan palpebra dari eksudat tanpa menimbulkan nyeri dan meminimalkan penyebaran mikroorganisme.
3)   Beritahu klien agar tidak menutup mata yang sakit.
R/  mata yang tertutup merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
4)   Anjurkan klien menggunakan kacamata ( gelap ).
R/ pada klien fotobia, kacamata gelap dapat menurunkan cahaya yang masuk pada mata sehingga sensitivitas terhadap cahaya menurun. Pada konjungtivitis alergi, kacamata dapat mengurangi ekspose terhadap allergen atau mencegah iritasi lingkungan.
5)   Anjurkan pada klien wanita dengan konjungtivitis alergi agar menghindari atau mengurangi penggunaan tata rias hingga semua gejala konjungtivitis hilang. Bantu klien mengidentifikasi sumber alergen yang lain. Tekankan pentingnya kacamata pelindung bagi klien yang bekerja dengan bahan kimia iritan.
R/mengurangi ekspose alergen atau iritan.
6)   Kaji kemampuan klien menggunakan obat mata dan ajarkan lien cara menggunakan obat mata dan ajarkan klien cara menggunakan obat tetes mata atau salep mata.
R/mengurangi resiko kesalahan penggunaan obat mata.
7)   Kolaborasi dalam pemberian
a.    Antibiotik.
R/ mempercepat penyembuhan pada konjungtivitis infekstif dan mencegah infeksi sekunder pada konjungtivitis viral. Tetes mata diberikan pada siang hari dan salep mata diberikan pada malam hari untuk mengurangi lengketnya kelopak mata pada siang hari.
b.    Analgesik ringan seperti asetaminofen.
R/ mengurangi nyeri seperti nyeri periorbital pada konjungtivitis viral.
c.    Vasokonstriktor seperti nafazolin.
R/mengurangi dilatasi pembuluh darah pada konjungtivitis alergi.
d.   Antihistamin oral
3.      Gangguan konsep diri  (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata
Ditandai dengan :
a.    Klien  menutupi daerah bagian mata.
b.    Klien menolak untuk bertemu dengan orang lain.
Kriteria Hasil:
a.        Klien dapat menghargai situasi dengan cara realistis tanpa penyimpangan.
b.      Klien dapat mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan yang positif.
Intervensi  :
1)   Kaji tingkat penerimaan klien.
R/ untuk mengetahui tingkat ansietas yang dialami oleh klien mengenai perubahan dari dirinya.
2)   Ajak klien mendiskusikan keadaan atau perasaan yang dialaminya.
R/ membantu pasien atau orang terdekat untuk memulai menerima perubahan.
3)   Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.
R/  kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu individu menghadapi rasa duka dalam berbagai cara yang berbeda.
4)      Jelaskan perubahan yang terjadi berhubungan dengan penyakit yang dialami.
R/  memberikan penjelasan tentang penyakit yang dialami kepada pasien/orang terdekat sehingga ansietas dapat berkurang.
5)      Berikan kesempatan klien untuk menentukan keputusan tindakan yang dilakukan.
R/  menyediakan, menegaskan kesanggupan dan meningkatkan kepercayaan diri klien.
Evaluasi
1)   Mendemonstrasikan respon adaptif perubahan konsep diri.
2)   Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan dan perkembangan ke arah penerimaan.
4.      Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya
Ditandai dengan :
a.    Klien mengatakan tentang kecemasannya.
b.    Klien terlihat cemas dan gelisah.
Kriteria hasil :
a.    Klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya.
b.    Klien dapat menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
c.    Menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi dan Rasional :
1)   Kaji tingkat ansietas atau kecemasan.
R/ Bermanfaat dalam penentuan intervensi yang tepat sesuai dengan               kebutuhan klien.
2)   Beri penjelasan tentang proses penyakitnya.
R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang proses penyakitnya.
3)   Beri dukungan moril berupa doa terhadap pasien.
R/ Memberikan perasaan tenang kepada klien.
4)   Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
R/ Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi yang nyata,    mengklarifikasi kesalahpahaman dan pemecahan masalah.
5)   Identifikasi sumber atau orang yang menolong.
R/ Memberi penelitian bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
Evaluasi
1)   Mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk mengurangi ansietas.
2)   Mendemonstrasikan pemahaman proses penyakit.
5.      Resiko terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan proses peradangan.
Kriteria hasil :
a.    Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Intervensi dan Rasional :
1)      Bersihkan kelopak mata dari dalam ke arah luar.
 R/ Dengan membersihkan mata dan irigasi maka mata menjadi bersih.
2)      Berikan antibiotika sesuai dosis dan umur.
 R/ Pemberian antibiotika diharapkan penyebaran infeksi tidak terjadi
3)      Pertahankan tindakan septik dan anseptik.
R/ Diharapkan tidak terjadi penularan baik dari pasien ke perawat maupun   dari perawat ke pasien.
4)      Beritahu klien mencegah pertukaran sapu tangan, handuk dan bantal dengan anggota keluarga yang lain. Klien sebaiknya menggunakan tisu, bukan saputangan dan tisu ini harus dibuang setelah pemakaian satu kali saja.
R/  Meminimalkan risiko penyebaran infeksi.
5)      Ingatkan klien untuk tidak menggosok mata yang sakit atau kontak  sembarangan dengan mata.
R/  Menghindari penyebaran infeksi pada mata yang lain dan pada orang lain.
6)      Beritahu klien teknik cuci tangan yang tepat. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pengobatan dan gunakan saputangan atau handuk bersih. Beritahu lien untuk menggunakan tetes atau salep mata dengan benar tanpa menyentuhkan ujung botol pada mata/bulu mata klien.
R/ Prinsip higienis perlu ditekankan pada klien untuk mencegah replikasi kuman sehinggaa penyebaran infeksi dapat dicegah.
7)      Bersihkan alat yang digunakan untuk memeriksa klien.
R/ Mencegah infeksi silang pada klien yang lain.
Evaluasi
1)   Tidak terjadi tanda-tanda dini dari penyebaran penyakit.
6.      Resiko tinggi cedera b/d keterbatasan penglihatan.
Kritera hasil :
a.    Cedera tidak terjadi.
b.     Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan risiko cedera.
c.     Mengungkapkan keinginan untuk melakukan tindakan pengamanan untuk mencegah cedera.
Intervensi dan Rasional :
1)      Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba – tiba, menggaruk mata, membungkuk.
R/ menurunkan resiko jatuh atau cidera.
2)   Orientasikan pasien terhadap lingkungan dekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
R/ mencegah cidera, meningkatkan kemandirian.
3)   Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.
R/ meminimalkan resiko cedera, memberikan rasa nyaman bagi pasien.
4)   Awasi atau temani pasien saat melakukan aktivitas.
R/ mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan.
5)        Bersihkan sekret mata dengan cara yang benar.
R/ sekret mata akan membuat pandangan kabur.
6)        Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata  dan salep mata.
R/ Memberikan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata.
7)      Gunakan kacamata gelap.
R/  Mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.
Evaluasi
1)      Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cidera.
2)      Menunjukkan perubahan prilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko  dan melindungi diri dari cidera.
3)      Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Konjungtivitis (konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Oleh karena itu, konjungtivitis terbagi menjadi beberapa tipe antara lain; Konjungtivitis  Bakteri, Konjungtivitis  Bakteri Hiperakut, Konjungtivitis Viral, Konjungtivitis Alergi, dan Konjungtivitis blenore. Manifestasi klinis yang dapat ditimbulkan pada pasien konjungtivitis tergantung dari penyebab dan tipe yang diderita.  Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilihat seperti pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.Pada pemeriksasan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.
Penatalaksanaan konjungtivitis dapat dilakukan dengan berbagai macam cara baik penatalaksanaan medis maupun keperawatan. Karena konjungtivitis mudah ditularkan dari orang ke orang, maka kita sebaiknya harus melakukan tindakan pencegahan seperti tidak memakai peralatan secara bersamaan dengan penderita konjungtivitis, selalu mencuci tangan setelah melakukan kontak langsung dengan penderita konjungtivitis, dll. Prognosis konjungtivitis itu sendiri adalah Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya dapat sembuh dengan sendirinya maupun dengan pengobatan.
B.     Saran
Penulisan makalah  ini memuat saran-saran yang ditujukan ke berbagai pihak, antara lain:
1.    Bagi pembaca, terutama mahasiswa keperawatan diharapkan dapat menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada Konjungtivitis.

2.    Bagi pembaca agar memperbaiki segala kekurangan yang terdapat pada makalah ini, sehingga makalah ini dapat terbit dengan kondisi yang lebih baik

ASUHAN KEP PADA IBU HAMIL DENGAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN ANEMIA



A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi
·      Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002).
·      Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif Mansjoer,dkk. 2001)
·      Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifudin, 2002)
2. Epidemiologi /Insiden Kasus
Apabila seorang wanita mengalami anemia selama hamil ,kehilangan darah pada saat melahirkan ,bahkan kalaupun minimal ,tidak ditoleransi dengan baik .Ia beresiko membutuhkan transfusi darah.Sekitar 80% kasus anemia pada wanita hamil merupakan anemia defisisiensi besi. Dan 20 % lainnya mencakup kasus anemia herediter dan berbagai anemia didapat,termesuk anemia asam folat,anemia sel sabit,dan talasemia. Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan pertambah usia kehamilan. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut.
      3. Etiologi
Menurut Mochtar( 1998)  penyeban anemia pada umunya adalah  :
1)      Perdarahan
2)      Kekurangan gizi seperti : zat besi, vitamin B 12dan asam folat.
3)      Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses paru, bronkiektasis, empiema, dll.
4)      Kelainan darah
5)      Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah.
6)      Malabsorpsi
Penyebab anemia pada kehamilan :
1)        Meningkatnya kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan janin
2)        Kurangnya asupan zat besi pada makanan yang dikonsumsi ibu hamil
3)        Pola makan ibu terganggu akibat mual selama kehamilan
4)        Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi (Fe)
5)        Pada wanita akibat persalinan sebelumnya dan menstruasi.
Faktor Resiko Anemia pada Ibu Hamil
1)      Umur < 20 tahun atau > 35 tahun\
2)      Perdarahan akut
3)      Pekerja berat
4)      Makan < 3 kali dan makanan yang dikonsumsi kurang zat besi
4.  Patofisiologi
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.
     5. Klasifikasi
Anemia dalam kehamilan dapat dibagi sebagai berikut :
1)      Anemia defisiensi besi (62,3%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan makanan, karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan, atau karena terlapau banyaknya besi ke luar dari badan, misalnya pada pendarahan. Keperluan akan besi bertambah  dalam kehamilan , terutama pada trisemester terakhir. Apabila masuknya besi tidak bertambah dan kehamilan, maka mudah terjadi anemia defisiensi besi, lebih – lebih pada kehamilan kembar.
2)      Anemia megaloblastik( 29,0%)3
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena difisiensi  asam folat ( pteroylglutamic acid, jarang sekali karena difiesiensi vitamin B12( cynocobalamin).
3)      Anemia Hipoblastik ( 8, 0%)
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena gangguan sumsum tulang kurang mampu membuat sel – sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan. Darah tepi menunjukan gambara normositer dan normokrom, tidak ditemukan ciri – ciri defisiensi besi, asam folat, atau vitamin B12. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini belum diketahui  dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar Roentgen, racunatau obat – obatan.
4)      Anemiahemolitik
Anemia hemolitik disebakan karena pengghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila hamil maka anemianya akan menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis henolitik pada wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia. Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yakni :
(1)      Golongan yang disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada sferositosis, eliptositosis, anemia hemolitik herediter , thalasemia, anemia sel sabit, hemoglobinopatia C, D, G, H, I, dan paraxysmal noctural haemoglobinuria.
(2)      Golongan yang disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskular , seperti pada infeksi ( malaria, sepsis, dsb), keracunan arsenikum , neoarsphenamin, timah, sulfonamid, kinin, paraquin, pimaquin, nitrofuratoin ( Furadantin), racun ular pada defisiensi G6PD , antagonismus rhesus atau ABO, leukemia, penyakin Hodgkin, limfasarkoma, penyakit hati, dll. ( Ilmu Kebidanan, 451-457)
6. Gejala Klinis
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata berkunang – kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun( anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek,( pada anemia parah), dan keluhan mual muntah pada hamil muda, palpitasi.
7. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi      : konjungtiva, wajah pucat.
Palpasi        : turgor kulit,  capillary refill, pembesaran kelenjar limfa, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
Auskultasi : auskultasi DJJ dan denyut jantung ibu
8. Pemeriksaan Diagnostik.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :
1)   Pemeriksaan Hb Sahli, kadar Hb < 10 mg/%
2)   Kadar Ht menurun ( normal 37% – 41% )
3)   Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
4)   Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
5)   Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak
           9. Penatalaksanaan
              1) Therapy pengobatan
(1) Therapy oral
Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu   polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya. Dan biasanya asupan nutrisi yang mengandung zat besi cenderung lebih tinggi pada ibu hamil daripada wanita normal. Umumnya asupan nutrisi meningkat 2 kali lipat daripada wanita normal.Pengobatan yang lain:
·      Asam folik 15 – 30 mg per hari
·      Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
·      Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
·      Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah.
                   (2) Therapi parenteral
Diberikan jika penderita tidak tahan akan obat besi peroral ada gangguan penyerapan oenyakit saluran pencernaan atau apabila kehamilannya sudah tua. Therapy parenteral ini diberikan dalam bentuk ferri. Secara intramusculus dapat disuntikan dextran besi (imferon) atau sorbitol besi (Jectofer)
                 a.  Pencegahan.
(1)      Makanlah makanan yang kaya akan sumber zat besi secara teratur.
(2)      Makanlah makanan yang kaya sumber vitamin C untuk memperlancar penyerapan zat besi.
(3)      Jagalah lingkungan sekitar agar tetap bersih untuk mencegah penyakit infeksi dan penyakit cacingan.
(4)      Hindari minum teh, kopi, susu coklat setelah makan karena dapat menghambat penyerapan zat besi.
   10. Komplikasi
Anemia dapat terjadi pada setiap ibu hamil, karena itulah kejadian ini harus selalu diwaspadai.
·      Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat mengakibatkan : abortus, missed abortus dan kelainan kongenital.
·      Anemia pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan : persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia aintrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian.
·      Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan gangguan his baik primer maupun sekunder, janin akan lahir dengan anemia, dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah. Saat post partum anemia dapat menyebabkan: tonia uteri, rtensio placenta, pelukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris puerpuralis dan gangguan involusio uteri.
B.KONSEP DASAR  ASUHAN KEPERAWATAN

1.   Pengkajian
1)      Aktivitas
·      Keletihan, kelemahan, malaise umum.
·      Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja
·      Toleransi terhadap latihan rendah.
·      Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
2)      Sirkulasi
·         Riwayat kehilangan darah kronis,
·         Palpitasi.
·         CRT lebih dari dua detik
3)      Integritas Ego
Cemas, gelisah, ketakutan
4)      Eliminasi
·         Konstipasi.
·         Sering kencing.
5)      Makanan / cairan
·         Nafsu makan menurun
·         Mual/ muntah
6)      Nyeri / kenyamanan
      Lokasi nyeri  terutama di daerah abdomen dan kepala.
7)      Pernapasan
     Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifita
8)       Seksual
·      Dapat terjadi pendarahan pervagina
·      Pendarahan akut.sebelumnya
·      Tinggi fundus tidak sesuai dengan umurnya.
2. Diagnosa yang mungkin muncul:
1)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
2)      Gangguan perfungsi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke jaringan/ke sel
3)      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
4)      Risiko cedera terhadap janin
5)      Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan mengenai anemia
6)      PK Anemia.
3. Rencana  asuhan keperawatan
1)      Dx 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….x…. jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil:
–          Berat badan klien dalam batas normal.
–          Klien tidak mengalami mual-muntah
–          Klien tidak menunjukkan penurunan nafsu makan
             Intervensi
             Mandiri
1.      Tentukan keadekuatan kebiasaan asupan mutrisi dulu/sekarang dengan menggunakan batasan 24 ja. Perhatikan kondisi rambut kuku dan kulit.
R: kesejahteraan janin dan ibu tergantung pada nutrisi ibu selama kehamilan sebagaimana selama 2 tahun sebelum kehamilan.
2.      Dapatkan riwayat kesehatan; catat usia (khususnya kurang dari 17 tahun, lebih dari 35 tahun).
R: remaja dapat cenderung malnutrisi/anemia, dan klien lansia mungkin cenderung obesitas/diabetes gestasional.
3.      Pastikan tingkat penegetahuan tentang kebutuhan diet.
R: menentukan kebutuhan belajar khusus. Pada periode pranatal, laju basal metabolik meningkatkan (khususnya pada kehamilan lanjut) karena peningkatan aktivitas tiroid yang berhubungan dengan pertumbuhan fetus dan jaringan pada ibu, menjadi potensial risiko terhadap klien dengan nutrisi buruk. Penambahan 800 mg zat besi diperlukan selama kehamilan untuk perkembangan jaringan ibu/janin dan kondisi janin di dalam rahim. Selama trismester ketiga, kebutuhan terhadap zat besi minimal, dan diet seimbang dengan peningkatan kebutuhan kalori biasanya adekuat.
4.      Berikan informasi tertulis/verbal yang tepat tentang diet pranatal dan suplemen vitamin/zat besi setiap hari.
R: materi referensi yang dapat dipelajari dirumah kemudian meningkatkan kemungkinan klien memilih diet seimbang.
5.      Evaluasi motivasi/sikap dengan mendengar keterangan klien dan meminta umpan balik tentang informasi yang telah diberikan.
R: bila klien telah termotivasi untuk emmperbaiki diet, evaluasi lebih lanjut atau intervensi lain mungkin dapat diindikasikan.
6.      Tanyakan keyakinan berkenaan dengan diet sesuai budaya dan hal-hal yang tabu selama kehamilan.
R: dapat menunjukkan motivasi untuk mengikuti anjuran pemberi layanan kesehatan. Sebagai contoh beberapa budaya menolak zat besi, meyakini bahwa ini mengeraskan tulang ibu dan emmbuat sulit melahirkan.
7.      Perhatikan adanya pika/ngidam. Kaji pilihan bahan bukan makanan dan tingkat motivasi untuk memakannya.
R: memakan bahan bukan makanan pada kehamilan mungkin didasarkan pada kebutuhan psikologis,fenomena budaya, respon terhadap lapar, dan/atau respon tubuh terhadap kebutuhan nutrisi. (misalnya mengunyah es dapat menandakan anemia). Catatan: mencerna kanji untuk pakaian dapat menimbulkan anemia defisiensi; dan mencerna lempung/tanah liat dapat mengakibatkan gangguan fekal/BAB.
8.      Timbang berat badan klien; pastikan berat badan pregravid biasanya. Berikan informasi tentang penambahan pranatal yang optimum.
R: ketidak adekuatan penambahan berat badan pranatal dan/atau di bawah berat badan normal masa kehamilan, meningkatkan risiko reetardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) pada janin dengan berat badan lahir rendah. Penelitian menemukan adanya hubungan positif antara kegemukan ibu pregravid dan peningkatan angka morbiditas perinatal berkenaan dengan kelahiran preterm.
9.      Tinjau ulang frekuensi dan beratnya mual/muntah.
R: mual/muntah trimester pertama dapat berdampak negatif pada status nutrisi pranatal, khususnya pada periode kritis perkembangan janin.
10.  Pantau kadar hemoglobin (Hb)/hematokrit (Ht).
R: mengidentifikasi adanya anemia dan potensial penurunan kapasitas pembawa oksigen ibu. Klien dengan kadar Hb kurang dari 12 g/dL atau kadar Ht kurang atau sama dengan 37 % dipertimbangkan anemia pada trimester pertama.
11.  Ukur pembesaran uterus.
                  R: malnutrisi ibu berefek negatif terhadap pertumbuhan janin dan memperberat penurunan
                  komplemen sel otak pada janin, yang mengakibatkan kemunduran perkembangan janin dan
                  kemungkinan lebih lanjut.
            Kolaborasi
1.      Buat rujukan yang perlu sesuai indikasi (misalnya, pada ahli diet, pelayanan sosial)
R: mungkin diperlukan bantuan tambahan terhadap pilihan nutrisi; dapat membatasi anggaran keuangan.
2.      Rujuk pada program makanan wanita, bayi, anak-anak dengan tepat.
R: yayasan penyelenggara program makanan suplemen membantu meningkatkan secara optimal nutrisi ibu/janin.
2)      Dx 2  :  Gangguan perfungsi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke jaringan/ke sel
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam,perfusi ke jaringan/ke sel efektif dengan kriteria hasil :
–       Tidak terdapat perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku, kelembaban)
–       Tidak terdapat kebiruan pada kulit
–       CRT dalam batas normal (kembali dalam kurun waktu kurang dari 2 detik)
Intervensi :
            Mandiri
1.        Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi dan volume darah.
R: kejadian perdarahan potensial merusak hasil kehamilan, kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta.
2.      Lakukan pemeriksaan fisik CRT dengan menekan kuku pasien.
R: keadaan capillary refill test yang tidak kembali dalam waktu kurang dari 2 dapat menandakan anemia.
3.    Auskultasi dan laporkan DJJ, catat bradikardi, atau takikardi. Catat perubahan pada aktivitas janin (hipoaktif atau hiperaktif).
R: mengkaji berlanjutnya hipoksia janin. Pada awalnya janin berespon pada penurunan kadar oksigen dengan takikardia dan peningkatan gerakan. Bila tetap deficit, bradikardia dan penurunan aktivitas terjadi.
4.        Catat kehilangan darah ibu mungkin dan adanya kontraksi uterus.
R: Bila kontraksi uterus disertai dilatasi serviks, tirah baring dan medikasi mungkin tidak efektif ddalam mempertahankan kehamilan. Kehilangan darah ibu secara berlebihan menurunkan perfusi plasenta.
5.        Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri
R: menghilangkan tekanan vena kava inferior dan meningkatkan sirkulasi plasenta atau janin dan pertukaran oksigen.
Kolaborasi
1.    Berikan suplemen oksigen pada klien
R: meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.sehingga kapasitas oksigen yang dibawa janjin meningkat.
2.    Lakukan/ ulang NST sesuai indikasi
R: mengevaluasi secara elektronik respon DJJ terhadap gerakan janin, bermanfaat dalam menentukan kesejahteraan janin (tes reaktif) versus hipoksia (nonreaktif).
3.    Ganti kehilangan darah/ cairan ibu.
R: mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transport oksigen. Bila penyimpanan oksigen menetap, janin kehabisan tenaga untuk melakukan mekanisme koping, dan kemungkinan SSP rusak / janin meninggal.
3)      Dx 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pasien dapat beraktivitas dengan baik.
            Kriteria hasil :
–       Nadi dan tekanan darah dalam batas normal (nadi 60-100x/menit; TD 90/60-140/90 mmHg)
–       Pasien tidak mengeluh lemah dan lelah
                   Intervensi :
                   Mandiri
1.      Jelaskan alasan perlunya tirah baring, penggunaan posisi rekumben lateral kiri/miring, dan penurunan aktivitas.
R : Tindakan ini ditujukan untuk mempertahankan janin jauh dari serviks dan meningkatkan perfusi uterus. Tirah baring dapat menurunkan peka rangsang uterus.
2.      Berikan tindakan kenyamanan seperti gosokan punggung, perubahan posisi, atau penurunan stimulus dalam ruangan (mis. Lampu redup)
R : Menurunkan tegangan otot dan kelelahan serta meningkatkan rasa nyaman.
3.      Berikan latihan gerak pada pasien secara bertahap (aktif dan pasif).
                   R. aktivitas dan latihan sangat penting bagi pasien yang mengalami intoleransi aktivitas karena
                   kurang latihan akan menyebabkan otot menjadi atrofi.
4.      Kelompokkan aktivitas sebanyak mungkin, seperti pemberian obat, tanda vital, dan pengkajian.
R : Meningkatkan kesempatan klien untuk beristirahat lebih lama diantara interupsi untuk tindakan berikutnya
5.      Berikan periode tanpa interupsi untuk istirahat/tidur.
R  : Meningkatkan istirahat, mencegah kelelahan, dan dapat meningkatkan relaksasi.
6.      Berikan aktivitas pengalihan, seperti membaca, mendengarkan radio, dan menonton televisi, atau kunjungan dengan teman yang dipilih atau keluarga.
            R : Membantu klien dalam koping dengan penurunan aktivitas.
4)      Dx 4 : Risiko cedera terhadap janin
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….x….diharapkan risiko cedera pada janin dapat tertanggulangi, dengan kriteria hasil :
–          Denyut jantung bayi dalam batas normal (120-160 x/menit)
–          Hasil USG tidak menunjukan tanda – tanda abnormalitas.
–          Tinggi fundus arteri sesuai umur kehamilan
Intervensi
               Mandiri
1.        Perhatikan kondisi ibu yang berdampak pada sirkulasi janin.
R: Faktor yang mempengaruhi atau menurunkan sirkulasi/oksigenasi ibu mempunyai dampak yang sama pada kadar oksigen janin/plasenta. Janin yang tidak mendapatkan cukup oksigen untuk kebutuhan metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat yang menimbulkan kondisi asidosis.
2.      Ajari ibu untuk mengobservasi gerakan janin
R: secara normalnya dalam kandungan janin bergerak dan merupakan tanda yang sehat pada janin. Jika janin tidak bergerak perlu diwaspai terjadi cedera pada janin akibat kekurangan nutrisi.
3.        Kaji terhadap mual/muntah berlebihan.
R: Memajankan perkembangan janin pada status asidotik dan malnutrisi dan dapat memperberat IUGR dan pertumbuhan otak yang buruk.
4.        Bantu dalam screening dan kelainan genetik.
R: Kelainan seperti anemia sel sabit mengharuskan tindakan yang khusus untuk mencegah efek negatif dalam pada pertumbuhan janin.
5.        Diskusikan efek negatif yang potensial terjadi akibat kelainan genetik
R: Retardasi pertunbuhan intrauterus/pascanatal, malformasi dan retardasi mental dapat terjadi.
6.        Pantau DJJ selama krisis sel sabit
R: Asidosis /hipoksia ibu, khusus pada trimester ketiga  dapat mengakibatkan kelainan SSP janin. Krisis berulang mempredisposisikan klien dan janin pada peningkatan mortalitas dan laju morbiditas.
7.      Lakukan pemeriksaan leofold untuk mengetahui keadaan janin terutama mengukur tinggi fundus.
R: tinggi fundus sesuai usia kehamilan merupakan satu tanda bahwa pertumbuhan janin dalam kandungan ibu tidak mengalami gangguan.
Kolaborasi
1.        Berikan suplemen oksigen sesuai kebutuhan
R: meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin, khususnya pada adanya anemia berat atau bila sirkulasi maternal menurun
2.        Ultrasonografi
R: Penyakit anemia dapat mengakibatkan IUGRnya menurun
5)      Dx 5  ; Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan mengenai anemia
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pengetahuan pasien mengenai anemia menjadi adekuat.
            Kriteria hasil :
–            Dapat menjelaskan kembali mengenai pengertian anemia
–            Dapat mengikuti instruksi dan prosedur perawatan
–            Dapat menunjukkan prilaku kesehatan yang positif untuk menanggulangi anemia
                   Intervensi :
                   Mandiri
1.         Kaji kesiapan klien untuk belajar.
R : Faktor-faktor seperti ansietas atau kurang kesadaran tentang kebutuhan terhadap informasi dapat mempengaruhi kesiapan untuk belajar. Penyerapan informasi ditingkatkan bila klien termotivasi dan siap untuk belajar.
2.         Libatkan orang terdekat dalam proses belajar-mengajar.
R : Dukungan dari orang terdekat dapat membantu menghilangkan ansietas yang nantinya menguatkan prinsip-prinsip belajar dan mengajar.
3.         Berikan informasi tentang perawatan tindak lanjut bila klien pulang.
R : Klien mungkin perlu kembali untuk keteraturan pemantauan dan/atau tindakan.
4.         Anjurkan periode istirahat reguler 2 sampai 3 kali sehari pada posisi miring kiri setelah pulang. Bila tirah baring dilanjutkan, anjurkan klien menggunakan sebagian waktu dalam sehari di tempat tidur.
R : Tingkatkan relaksasi dan kurangi kelelahan. Bila klien bangun dan bergerak, istirahat di kamar tidur dapat memaksimalkan istirahat. Namun, klien yang sepenuhnya tirah baring dapat merasa terisolasi dan bosan tanpa ”perubahan pandangan”.
5.         Anjurkan pemberian intake yang adekuat, banyak nutrisi untuk kebutuhan ibu dan janin.
R : Intake nutrisi yang adekuat dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dan janin terutama zat besi, asam folat, vit. B 12, dll. Dan berikan informasi kepada pasien tentang dampak obat-obatan terutama SF yang dapat menyebabkan mual dan muntah oleh karena itu ajarkan cara memakan obat dengan benar misalnya mengkonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C untuk membantu mempercepat reabsorpsi obat dan menganjurkan pasien untuk tidak meminum kopi atau teh selama meminum obat karena akan memperlambat reabsorpsi obat.
Evaluasi

1.      Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan tidak adanya mual muntah
2.      Tidak terdapat perubahan karakteristik pada kulit(rambut, kuku,dan kelembapan)
3.      Pasien dapat beraktivitas dengan baik dengan tidak mengeluh lemah dan lelah
4.      Tidak adanya risiko cedera pada janin dengan tinggi fundus sesuai kehamilan
5.      Pengetahuan pasien mengenai anemia menjadi adekuat dengan mengikuti tindakan dan prosedur perawatan.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Bobak dkk. 2005. Buku Ajar Keperawtan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
2.      Prawirahardjo,Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
3.      Saifudin,A.B.2002. Buku Acuan Pelyanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta:YBP-SP.
4.      Doenges, M.E ( 2001). Rencana Perawatan Maternal/ Bayi Pedoman Untuk Perencanaan & Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EGC
5.      Manjoer,Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI:Media Aekulatius
6.      Winkyosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:YBP-SP

falsafah dan paradigma keperawatan

FALSAFAH dan PARADIGMA KEPERAWATAN dalam PRAKTIK KEPERAWATAN


DISUSUN OLEH:

  1. CHOFRIANA K.W (08.006)
  2. MOCH. EKO S .(08.0)
  3. PUTRI AYU D.P (08.033)
  4. RAFIKA DEWI E.P (08.034)

PEMBIMBING:

ERFANDI.S.Kep,Ns


A. PENDAHULUAN

Praktek keperawatan ditentukan dalam standar organisasi profesi dan system pengaturan serta pengendaliannya melalui perundang – undangan keperawatan (Nursing Act), dimanapun perawat itu bekerja (PPNI, 2000).Keperawatan hubungannya sangat banyak keterlibatan dengan segmen manusia dan kemanusiaan, oleh karena berbagai masalah kesehatan actual dan potensial. Keperawatan memandang manusia secara utuh dan unik sehingga praktek keperawatan membutuhkan penerapan ilmu Pengetahuan dan keterampilan yang kompleks sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan objektif pasien/klien. Keunikan hubungan perawat dan klien harus dipelihara interaksi dinamikanya dan kontuinitasnya.
Penerimaan dan pengakuan keperawatan sebagai pelayanan professional diberikan dengan perawat professional sejak tahun 1983, maka upaya perwujudannya bukanlah hal mudah di Indonesia. Disisi lain keperawatan di Indonesia menghadapi tuntutan dan kebutuhan eksternal dan internal yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh – sungguh dan nyata keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan.

B. FALSAFAH KEPERAWATAN

  1. Pengertian falsafah

Falsafah adalah pengetahuan dan penyelidikan denga akal budi mengenai sebab-sebab, azas-azas, hukum,dan sebagainya daripada segala yang ada dalam alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu (WJS Poerwadarminta.

Falsafah keperawatan adalah pandangan dasar tentamg hakikat manusia dan esensi keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktik keperawatan.

Falsafah Keperawatan bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan.. Keperawatan menganut pandangan holistik terhadap manusia yaitu kebutuhan manusia bio-psiko-sosial-spiritual.
Kegiatan keperawatan dilakukan dengan pendekatan humanistik, dalam arti menghargai dan menghormati martabat manusia, memberi perhatian kepada klien serta, menjunjung tinggi keadilan bagi sesama manusia.
Keperawatan bersifat universal dalam arti tidak membedakan atas ras, jenis kelamin, usia, warna kulit, etik, agama, aliran politik, dan status sosial ekonomi. Keperawatan adalaFalsafah keperawatan mengkaji penyebab dan hukum-hukum yang mendasari realitas, serta keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang lebih berdasakan pada alasan logis daripada metoda empiris.
Falsafah keperawatan menurut Roy (Mc Quiston, 1995) :
Roy memiliki delapan falsafah, empat berdasarkan falsafah prinsip humanisme dan empat berdasarkan prinsip falsafah veritivity.
falsafah humanisme/ kemanusiaan “mengenali manusia dan sisi subyektif manusia dan pengalamannya sebagai pusat rasa ingin tahu dan rasa menghargai”. Sehingga ia berpendapat bahwa seorang individu :
1. saling berbagi dalam kemampuan untuk berpikir kreatif yang digunakan untuk mengetahui masalah yang dihadapi, mencari solusi
2. bertingkahlaku untuk mencapai tujuan tertentu, bukan sekedar memenuhi hukum aksi-reaksi
3. memiliki holism intrinsik
4. berjuang untuk mempertahankan integritas dan memahami kebutuhan untuk memiliki hubungan dengan orang lain veritivity. Berarti kebenaran, yang bermaksud mengungkapkan keyakinan Roy bahwa ada hal yang benar absolut. Ia mendefinisikan veritivity sebagai “prinsip alamiah manusia yang mempertegas tujuan umum keberadaan manusia”. Empat falsafah yang berdasarkan prinsip veritivity adalah sebagai berikut ini. Individu dipandang dalam konteks
1. tujuan eksistensi manusia
2. gabungan dari beberapa tujuan peradaban manusia
3. aktifitas dan kreatifitas untuk kebaikan-kebaikan umum
4. nilai dan arti kehidupan

bagian integral dari pelayanan kesehatan. Keperawatan menganggap klien sebagai pertner aktif, dalam arti perawat selalu bekerjasama dengan klien dalam pemberian asuhan keperawatan.

C. PARADIGMA KEPERAWATAN

1. Pengertian Paradigma

Paradigma keperawatan sebagai pandangan fundamental tentang persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan(Masterman,1970).

Paradigma sebagai suatu perangkat bantuan yang memiliki nilai tanggi dan sangat menentukan bagi penggunanya untuk dapat memiliki pola dan cara pandang dasar kas dalam memikirkan,memyikapi dan memilih tindakan mengenai suatu kenyataan atau fenomena kehidupan manusia.

Ritzer dalam zamroni, membuat pengertian tentang paradigma yaitu pandangan yang mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang atau disiplin ilmu pengetahuan. Dari pengertian ini dapat disimpulkan, dalam suatu cabang ilmu pengetahuan dimungkinkan terdapat beberapa paradigma. Artinya dimungkinkan terdapatnya beberapa komunitas ilmuwan yang masing-masing berbeda titik pandangnya tentang apa yang menurutnya menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diteliti oleh cabang ilmu pengetahuan tersebut. (ahmad sihabudin dalam Jurnal Kampus Tercinta, 1996 : 43).

Paradigma keperawatan menurut Gaffar, 1997, adalah cara pandang yang mendasar atau cara kita melihat, memikirkan, memberi makna, mmenyikapi dan memilih tindakanterhadap berbagai fenomena yang ada dalam keperawatan. Dengan demikian paradigma keperawatan berfungsi sebagai acuan atau dasar dalam melaksanakan praktek keperawatan yang bersifat professional.

Penjelasan paradigma fakta sosial berasal dari pendapat Durkheim. Fakta sosial dianggap sebagai barang sesuatu yang berbeda dengan ide yang menjadi obyek penyelidikan seluruh ilmu pengetahuan dan tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni. Tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil di luar pemikiran manusia. Fakta sosial ini terdiri atas dua jenis, yaitu :
1. Bentuk material, berupa barang sesuatu yang dapat dilihat, ditangkap dan diobservasi,
2. Dalam bentuk non material, merupakan fenomena yang terkandung dalam diri manusia hanya muncul dalam kesadaran manusia (zamroni, 1992:24)
penjelasan paradigma definisi sosial bersumber dari karya Weber yang konsepsinya tentang fakta sosial sangat berbeda dengan konsep Durkheim. Weber tidak memisahkan antara struktur sosial dengan pranata sosial karena keduanya sama-sama membantu untuk membentuk tindakan manusia yang penuh makna (Zamroni, 1992 : 53)

KOMPONEN PARADIGMA KEPERAWATAN

1. Konsep manusia

Komponen ini merupakan komponen pertama sebagai salah satu fokus dari pelayanan keperawatan.manusia bertindak sebagai klien dalam konteks paradigma keperawatan ini bersifat individu,kelompok dan masyarakat daam suatu sistem.sistem tersebut dapat meliputi:

a.sistem terbuka,manusia dapat mempengaruhi dan di paengaruhi oleh lingkungan baik fisik,psikologis,sosial maupun spiritual sehingga proses perubahan pada manusia akan selalu terjadi khususnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar.

b.sistem adaptif,manusia akan merespon terhadap perubahan yang ada di lingkungannya yang akan selalu menunjukkan perilaku adaptif dan maladaftif.

c.sistem personal,interpersonal dan social,manusia memiliki persepsi,pola kepribadian dan tumbuh kembang yang berbeda.

2. Konsep keperawatan

Konsep ini adalah suatu bentuk peleyanan kesehatan yang bersifat profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia yang dapat ditunjukkan kepada individu,keluarga atau masyarakat dalam rentang sehat sakit.dengan demikian konsep ini memandang bahwa bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien dalam bentuk pemberian asuhan keperawatan adalah dalam keadaan tidak mampu,tidak mau dan tidak tahu dalam proses pemenuhan kebutuhan dasar.

3. Konsep sehat sakit

Komponen ini memandang bahwa keperawatan itu bahwa bentuk pelayanan yang diberikan pada manusia dalam rentang sehat sakit.

Konsep Sehat (Travis and Ryan, 1998)

1. Sehat merupakan pilihan, suatu pilihan dalam menentukan kesehatan

2. Sehat merupakan gaya hidup, disain gaya hidup menuju pencapaian potensial tertinggi untuk sehat

3. Sehat merupakan proses, perkembangan tingkat kesadaran yang tidak pernah putus, kesehatan dan kebahagiaan dapat terjadi di setiap momen, ”here and now.”

4. Sehat efisien dalam mengolah energi, energi yang diperoleh dari lingkungan, ditransfer melalui manusia, dan disalurkan untuk mempengaruhi lingkungan sekitar.

5. Sehat integrasi dari tubuh, pikiran dan jiwa, apresiasi yang manusia lakukan, pikirkan, rasakan dan percaya akan mempengaruhi status kesehatan.

6. Sehat adalah penerimaan terhadap diri.

a. Rentang sehat

Rentang ini diawali dari status kesehatan sehat normal,sehat sekali dan sejahtera.dikatakan sehat bukan hanya bebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi aspek fisik,emosi,sosial dan spiritual.maka dapat diketahui karakteristik sehat sebenarnya adalah: pertama, memiliki kemampuan merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia;kedua, memiliki pandangan terhadap sehat dalam konteks lingkungan; dan ketiga, memiliki hidup yang kreatif dan produktif keyakinan terhadap kesehatan adalah pendapat, keyakinan, dan sikap seseorang terhadap sehat dan sakit. Keyakinan terhadap kesehatan didasarkan informasi yang faktual/kesalahan informasi, pikiran sehat/mitos, dan kenyataan atau harapan yang salah. Karena keyakinan terhadap kesehatan biasanya mempengaruhi perilaku sehat, maka keyakinan tersebut dapat berpengaruh secara positif/negatif terhadap tingkat kesehatan klien.

Keyakinan klien terhadap kesehatan bergantung pada beberapa faktor antara lain persepsi tentang tingkat sehat, faktor-faktor yang dapat di modifikasi seperti demografi(misal jenis dan tempat perumahan), kepribadian, dan persepsi terhadap keuntungan yang dapat diperoleh dari perilaku sehat yang positif. Faktor pengaruh stasus kesehatan, antara lain:

1.Perkembagan

Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor perkembangan yang mempuyai arti bahwa perubahan status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia.

2.Sosial dan Kultural

Hal ini dapat juga mempengaruhi proses perubahan bahan status kesehatan seseorang karena akan mempengaruhi pemikiran atau keyakinan sehingga dapat menimbulkan perubahan dalam perilaku kesehatan.

3.Pengalama Masa Lalu

Hal ini dapat mempegaruhi perubahan status kesehatan,dapat diketahiu jika ada pengalaman kesehatan yang tidak diinginkan atau pengalamam kesehatan yang buruk sehingga berdampak besar dalam status kesehatan selanjutya.

4.Harapan seseorang tentang dirinya

Harapan merupakan salah satu bagian yang penting dalam meningkatkan perubahan status kesehatan kearah yang optimal.

5.Keturunan

Keturunan juga memberikan pengaruh terhadap status kesehatan seseorang mengingat potensi perubahan status kesehatan telah dimiliki melalui faktor genetik.

6.Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik.

7.Pelayanan

Pelayanandapat berupa tempat pelayanan atau sistem pelayanan yang dapat mempengaruhi status kesehatan

b.Rentang sakit

Rentang ini dimulai dari keadaan setengah sakit,sakit,sakit kronis dan kematian.

Tahapan proses sakit

1.Tahap gejala

Merupakan tahap awal seseorang mengalami proses sakit dengan ditandai adanya perasaan tidak nyaman terhadap dirinya karena timbulnya suatu gejala.

2.Tahap asumsi terhadap sakit

Pada tahap inin seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit yang di alaminya dan akan merasakan keraguan pada kelainan atau gangguan yang di rasakan pada tubuhnya.

3.Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan

Tahap ini seorang mengadakan hubungan dengan pelayanan kesehatan dengan meminta nasehat dari profesi kesehatan.

5.Tahap penyembuhan

Tahap ini merupakan tahapan terakhir menuju proses kembalinya kemampuan untuk beradaptasi,di mana srsrorang akan melakukan proses belajar untuk melepaskan perannya selama sakit dan kembali berperan seperti sebelum sakit.

4. Konsep lingkungan

Paradigma keperwatan dalam konsep lingkungan ini adalah memandang bahwa lingkunan fisik,psikologis ,sosial, budaya dan spiritual dapat mempengaruhi kebutuhan dasar manusia selama pemberian asuhan keperawatan dengan meminimalkan dampak atau pengaruh yang ditimbulkannya sehingga tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai.

  1. DAFTAR PUSTAKA

Hidayat,Aziz Alimul. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.Salemba medika:Jakarta.

Potter and Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. EGC:Jakarta.

http://www.inna-ppni.or.id/html

http://www.nursepoint.blogspot.com

http://www.perawattegal.wordpress.com

http://www.ridwanaz.com

mahasiswa maju

Komputer Baru, Mahasiswa Maju

     Fasilitas merupakan salah satu penunjang maju tidaknya seorang mahasiswa. Tidak mutlak, tapi cukup berperan dalam perkembangan mahasiswa itu sendiri. Banyak Universitas di Indonesia yang hanya menyediakan tempat dan tenaga pengajar untuk belajar, namun sangat disayangkan tidaklah banyak Universitas yang menyediakan fasilitas memadai untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di kampus itu sendiri.

     Beruntunglah para mahasiswa yang berkesempatan untuk duduk di bangku perkuliahan Universitas Gunadarma. Mengapa? Karena Universitas yang memiliki 7 lokasi kuliah di Kenari, Salemba Raya, Margonda Raya, Akses UI dan KH. Noer Ali ini memiliki fasilitas yang cukup memadai sebagai sarana dan prasarana kampus.

     Selama 30 tahun mengabdi ini, Universitas Gundarma terus mengadakan pembaharuan dalam perkembangan fasilitas TIK. Kini di setiap ruangan sudah terdapat OHP yang menjadi sarana kegiatan pembelajaran di kelas. Selain itu setiap kelas kini sudah full AC, sehingga mahasiswa tidak perlu merasa kegerahan dan merasa nyaman saat berada di kelas.

     Untuk komputernya sendiri sudah terdapat komputer-komputer baru yang disediakan di ilab kampus H, sehingga mahasiswa dapat langsung mempraktekan teori-teori yang diberikan di kelas ke dalam ruang laboratorium. Mungkin, memang masih ada beberapa komputer-komputer lama di beberapa lokasi kampus Universitas Gunadarma yang kurang menunjang. Beberapa masalah seperti komputer yang tidak mau menyala, hang, tidak memiliki program yang dibutuhkan terkadang menjadi alasan mahasiswa menjadi kesal dan malas untuk masuk kelas.

     Memang perubahan tidak bisa begitu saja langsung diberikan, mengingat adanya keterbatasan dana. Namun, setelah 30 tahun Universitas Gunadarma berdiri dan menjadi World Class University, saya rasa cukup terdapat perbahan yang signifikan ya. Seperti ilab yang diadakan di kampus H sejak beberapa tahun ini menunjukan adanya perkembangan fasilitas TIK. Mahasiswa pun jadi lebih mudah menyerap ilmu yang diberikan di kelas. Tidak hanya monoton mempelajari teori-teori yang diberikan dosen, tapi mereka juga bisa langsung mengaplikasikan pada saat kegiatan ilab berlangsung.

     Maka dari itu, komputer baru, mahasiswa maju, mengapa? Ya tentu saja, karena kita tidak mungkin bisa terus-terusan menggunakan komputer lama yang selalu hang dan mati tiap 30 menit saking tidak layaknya komputer tersebut untuk digunakan bukan?

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.